Jumat, 10 Oktober 2008

AUDIT INVESTIGASI ADALAH SEBAGAI WARNING

Bertempat di gedung Pusdiklat BPKP – Ciawi, Bogor pada tanggal 14 Juli 2008 dilaksanakan Diklat Audit Investigasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) POLRI yang diikuti oleh 60 orang inspektur dan auditor dari Itwasum dan Itwasda di lingkungan POLRI sebagai peserta, sedangkan staf pengajar dari Deputi Bidang Investigasi BPKP dan Pusdiklatwas BPKP. Tujuan diadakan diklat ini adalah untuk memberikan pemahaman dan kemampuan dasar untuk melaksanakan audit investigasi di lingkungan pemerintah khususnya POLRI agar dapat diperoleh hasil audit yang efektif dan efisien serta dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan tindak lanjut. Sasaran diklat adalah terwujudnya auditor yang memiliki kompetensi dasar di bidang audit investigasi.

Materi diklat yang diberikan kepada para peserta selama 5 hari kerja adalah meliputi :
1. Overview fraud dan strategi pemberantasan korupsi
2. Pra perencanaan dan perencanaan audit investigasi
3. Pengumpulan dan evaluasi bukti
4. Hubungan bukti audit dengan alat bukti menurut hukum
5. Teknik wawancara dan
6. Pelaporan dan pemberian Keterangan Ahli

Inspektur Pengawasan Umum POLRI Yusuf Manggabarani dalam kata sambutan dalam acara pembukaan Diklat Investigasi ini mengatakan bahwa terselenggaranya diklat ini adalah merupakan Tindak Lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) antara POLRI dengan BPKP tentang Kerjasama Peningkatan Kualitas SDM di Jajaran Itwasum POLRI. Audit investigasi menurut Yusuf merupakan audit yang khusus ditujukan untuk mengungkap kasus atau penyimpangan yang berindikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta merupakan pengembangan lebih lanjut dari audit operasional yang mengarah pada indikasi KKN ataupun laporan pengaduan.

Yusuf juga menghimbau kepada para peserta Diklat agar menerapan gerakan pola hidup sederhana melalui penghematan baik dalam kedinasan maupun kehidupan pribadi, karena gerakan ini sejalan dengan usaha pemerintah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya praktek-praktek korupsi. Merupakan suatu hal yang kontraversial bagi Yusuf apabila POLRI sebagai suatu lembaga yang berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi akan tetapi banyak bersarang pelaku-pelaku korupsi. ”Oleh karena itu peran dan fungsi pengawasan POLRI dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi serta sekaligus pengawasan terhadap penanganan kasus korupsi sangat diperlukan”, ujar Yusuf.

Harapan Yusuf kepada Diklat ini adalah agar dapat menambah wawasan pengetahuan peserta diklat untuk memiliki kompetensi dasar di bidang audit investigasi, dapat memberikan pemahaman dan kemampuan dasar untuk dapat melaksanakan audit investigasi di lingkungan POLRI sehingga dapat diperoleh hasil audit yg efektif dan efisien serta menjadi masukan dalam pengambilan keputusan, menyamakan presepsi para auditor dan inspektur terkait dalam mengelola penugasan audit investigasi, serta memberikan tambahan pembekalan teori dan praktek audit investigasi.

Kepala BPKP Didi Widayadi dalam sambutannya memaparkan tentang sejarah sistem anggaran di Indonesia sebelum tahun 1999 menggunakan Line Item Budgeting yang mempunyai karakteristik belum mengenal Laporan Keuangan, pencatatan sederhana, hanya kas masuk/keluar, dan akuntabilitasnya lemah. Setelah tahun 1999 dengan dikeluarkannya Inpres 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mulai diambil langkah radikal untuk beralih ke Performance Based Budgeting yang mengenal Laporan Keuangan seperti Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dan mempunyai Akuntabilitas yang dapat diandalkan. Kemudian mulailah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dikenal sebagai media untuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas kinerja suatu instansi pemerintah.

Pada perkembangannya kemudian berlakulah UU no.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU no.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang memperkuat posisi Legislatif (DPR/DPRD) dan pengawasan eksternal (BPK), sedangkan posisi pengawasan internal (APIP) menjadi lemah. Didi menyebutkan kondisi ini sebagai ”kecelakaan hukum” yang terjadi dalam hal pengawasan di negara ini, karena seharusnya negara juga harus memperkuat pengawasan internal/ Internal Control pemerintah (APIP) melalui kepastian kewenangan berupa UU atau Perpres, akan tetapi pada kenyataannya sekarang kewenangan itu belum juga diterbitkan. Internal Control bertugas memberikan assurance (kepastian) bahwa angka-angka yang tertera dalam laporan keuangan adalah akuntabel, jika Internal Control lemah maka siapa pun yang menjadi presiden akan dibuat menjadi bulan-bulanan karenanya, jelas Didi. Sedangkan eksternal auditor (BPK) bertugas memberikan opini, dan tidak boleh memberikan asistensi/ konsultasi sebab asistensi/ konsultasi adalah domain pengawasan internal.

Terkait masalah domain pengawasan BPKP, Didi menjelaskan domain BPKP dalam pengawalan akuntabilitas presiden yang meliputi Expertise, Current Issues, Clearing House, dan Check and Balance. Expertise adalah mendukung APIP yang profesional melalui training, pendampingan, back-up teknis dalam kesinergian. Current Issues adalah mendukung Sistem Akuntabilitas Presiden terkait issue strategis, nasional, lintas sektoral, Big Fish berisiko tinggi. Clearing House adalah mendukung penyelenggaraan birokrasi pemerintah yang tertib, 3Es (Efisien, Efektif, Ekonomis) dan penegakan hukum yang berkeadilan. Check and Balance adalah memberikan “second opinion” terhadap temuan-temuan eksternal auditor (BPK) dalam konteks pelurusan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan birokrasi.

Tugas audit investigasi sebagaimana juga merupakan hakekat dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menurut Didi adalah untuk melakukan pencegahan/ warning atau prevention, suatu tugas yang sangat strategis bagi pengawalan akuntabilitas dan pendampingan bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu, Didi menekankan agar pengawasan internal seperti Itwasum harus ikut dari sejak tahap perencanaan/ planning, proses, sampai pada tahapan akhir dari suatu kegiatan. Akan tetapi itwasum tidak masuk dalam kegiatan tersebut, hanya mengawasi dari luar dan memberikan second opinion. Pengawasan internal harus melihat sejauh mana pencapaian Key Performance Indikator (KPI) suatu kegiatan dengan juga memperhatikan kejelasan indikator-indikatornya, sehingga dapat dihitung parameter keberhasilannya. Itwasum jangan hanya datang pada saat akhir setelah terjadi TPK. ”Memangnya itwasum pemadam kebakaran?!” kelakar Didi.

Suatu konsep yang dikemukakan oleh Didi adalah Acquit et de charge sektor publik yang tidak disebutkan secara tegas di dalam UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sedangkan pada sektor privat/swasta konsep ini telah secara tegas diatur. Ecquit et de charge adalah pelepasan tanggung jawab hukum di kemudian hari bagi pejabat yang telah selesai menjalankan tugas, kecuali jika terungkap adanya perbuatan pidana atas tindakan hukum yang sebelumnya tidak pernah dikemukakan secara jujur di laporan pertanggungjawabannya selama ia menjabat.

Acara pembukaan Diklat Investigasi diakhiri dengan ketukan palu dan penyematan tanda peserta Diklat secara simbolis oleh Kepala BPKP Didi Widayadi.




(Jumpono)

Tidak ada komentar: