Kamis, 27 November 2008

Rabu, 22 Oktober 2008

HUMAS


Personil HUMAS BPKP

kalo mau lihat photo yg besar ukurannya disini nih..personil

Rabu, 15 Oktober 2008

Kepala BPKP Ingatkan Agar seluruh Pegawai Unjuk Kerja Dengan Baik

Hal tersebut disampaikan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 di Aula Barat BPKP Pusat Jl. Pramuka 33 Jakarta, pada acara Pelantikan Pejabat Struktural Di Lingkungan BPKP. Acara tersebut dihadiri juga oleh para deputi, dan undangan pejabat struktural di BPKP, serta Dharma Wanita BPKP.

Acara pelantikan tersebut merupakan implementasi dari SK Kepala BPKP Nomor : KEP-1245/K/SU/2008 tanggal 13 Oktober 2008 tentang Pengangkatan Dan Mutasi Pejabat Struktural Di Lingkungan BPKP yang mengangkat/memutasikan sebanyak 44 orang pejabat struktural.

Dalam pidatonya, Kepala BPKP Didi Widayadi menuturkan bahwa di dalam jabatan struktural terkandung suatu tanggung jawab, hak dan kewajiban, maka jangan berpikir untuk mengejar pangkat dan jabatan semata, akan tetapi berpikirlah untuk seoptimal mungkin memberikan kontribusi kepada instansi, setelah itu pangkat dan jabatan akan datang dengan sendirinya.

Selain itu, sehubungan telah ditransformasikannya PP 60/2008 Didi berpesan kepada semua personil BPKP terutama Para Deputi dan Direktur agar mengenali titik-titik rawan tugas dari seluruh departemen yang ada. Hal tersebut telah menjadi tugas BPKP untuk melakukan pengawalan. “Presiden menunggu pengawalan dari BPKP”, kata Didi.

Tahun 2009 nanti diharapkan pegawai BPKP dapat unjuk kerja, bersaing dengan benar tanpa ada intrik-intrik, bekerja all out untuk memberikan yang terbaik.

(Jumpono)

Jumat, 10 Oktober 2008

Melibatkan Instansi Pengawasan Sejak dari Tahap Perencanaan Anggaran

Fungsi Pengawasan yang selama ini hanya dilibatkan untuk evaluasi/audit akhir saja dari suatu siklus APBD, jarang kita temui ada fungsi pengawasan (Bawasda) yang dilibatkan sejak dari perencanaan APBD atau pada tahap RKA. Sehingga fungsi pengawasan bisa menjadi optimal melaksanakan tugasnya mengawal siklus Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mulai dari tahap perencanaan dan penganggaran, tahap pelaksanaan dan penatausahaan, tahap akuntansi dan pelaporan, dan perubahan APBD (jika ada perubahan).

Kepala Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Provinsi Banten H. Tjetje Sjamas, SH., M.si. saat diwawancarai oleh tim Warta Pengawasan mengatakan bahwa pelibatan Instansi Pengawasan/Bawasda sejak dari tahap perencanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah memang sedang diusahakan oleh Bawasda Provinsi Banten.
“Keterlibatan itu sangat diperlukan agar masalah kemahalan harga dapat diantisipasi dari sejak awal. Bahkan tidak hanya itu saja, masalah overlaping pelaksanaan suatu program dengan program yang lain bisa juga dihindari. Selama ini kalaupun nama kami ada di tim anggaran, hanya sebatas sebagai narasumber saja sehingga tidak bisa menyoroti secara keseluruhan RKA atau DPA pada SKPD ” papar Tjetje. Keterlibatan Bawasda dari sejak awal memang diharapkan dapat berperan sebagai early warning system atau deteksi dini terhadap pelaksanaan anggaran.

Begitu juga untuk tahap-tahap selanjutnya dalam siklus APBD, fungsi pengawasan harus tetap dilibatkan. Dalam pelaksanaan dan penatausahaan anggaran instansi pengawasan seperti Bawasda bisa ikut berperan, contohnya dalam pelaksanaan tender/lelang pada suatu Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), personil-personil dari instansi pengawasan (Bawasda/BPKP) diikutkan dalam keanggotaan panitia lelang dan panitia penerima barang.
Tjetje menjelaskan juga bahwa dalam tahap pelaksanaan dan penatausahaan anggaran Bawasda belum dilibatkan. “Bawasda baru mendapatkan data-data kontrak pada saat pemeriksaan. Memang masih banyak hal yang perlu dibenahi karena mungkin Banten adalah provinsi yang masih baru” jelas Tjetje.
Demikian juga dalam tahap akuntansi dan pelaporan, instansi pengawasan dapat memberikan asistensinya kepada SKPD-SKPD yang ada agar dari segi format maupun dari segi substansi tidak menyimpang dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 tahun 2006 maupun Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005.
Diharapkan ketika tahun anggaran telah berakhir dan instansi pengawasan baik dari intern maupun ekstern (Bawasda/Inspektorat, BPK, atau BPKP) melakukan pemeriksaan/audit atas pelaksanaan anggaran, tidak terdapat permasalahan baik itu menyangkut opini audit (general audit) atau temuan (operational audit) yang terlalu berat dan tidak terdeteksi sebelumnya.

Memang diperlukan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup banyak dari segi kuantitas dan handal dari segi kualitas di bidang pengawasan untuk melakukan tugas pengawalan anggaran dari hulu sampai hilir. Berhubungan dengan keterbatasan SDM yang ada di Bawasda Provinsi Banten, Tjetje juga menjelaskan tentang adanya keinginan dari Bawasda Provinsi Banten untuk me-rekruit tenaga fungsional auditor dari BPKP, akan tetapi itu masih memerlukan persetujuan/kebijakan lebih lanjut dari Gubernur Banten.

(Jumpono)

Family Gathering

Bertempat di wisata agro Gunung Mas kawasan puncak pada hari Minggu 18 mei 2008, diadakan acara Family Gathering dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Perak (25 tahun) BPKP. Acara ini khususnya dihadiri pegawai BPKP Pusat, Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat, Perwakilan BPKP Provinsi DKI I, dan Perwakilan BPKP Provinsi DKI II.

Dengan dihadiri oleh Kepala BPKP (Didi Widayadi) beserta seluruh Deputi dan Direktur di lingkungan BPKP, Acara Family Gathering dimulai pada pagi hari dengan berjalan kaki sekitar 2,5 Km mengelilingi perkebunan teh (tea walk), berbagi hadiah (door prize), ada juga permainan flying fox dan berkuda mengelilingi kebun teh.

Family Gathering dimeriahkan dengan permainan ”buldozer” yang dimainkan oleh para pegawai BPKP untuk melatih kekompakan dan kerjasama dalam satu unit kerja. Lomba/permainan ini dimenangkan oleh PUSBIN JFA sebagai pemenang pertamanya. Kemudian selain mendatangkan dua artis lokal dari PTPN, Acara juga dimeriahkan dengan mendatangkan artis Margareth dari acara Mamamia Indosiar yang juga putri dari salah satu pegawai Perwakilan BPKP DKI I . Margareth menyumbangkan beberapa buah lagu seperti “Ketahuan” dan “Patah hati” sambil membagi-bagikan photo kepada para penonton yang juga peserta Family Gathering.

Dalam acara tersebut, disamping ibu-ibu dari Dharma Wanita BPKP Pusat, pejabat yang turut menyumbangkan suaranya adalah Ardan Adipermana, Maliki Heru Santosa, Binsar H. Simanjuntak, dll. Sempat juga Didi Widayadi dan Ibu membagi-bagikan uang dolar kepada ibu-ibu dari Dharma Wanita pada saat ibu-ibu dari Dharma Wanita tersebut sedang menyayikan sebuah lagu .

Ada juga acara joget Poco-poco dan joget gaya bebas yang diikuti oleh segenap pegawai BPKP dan Satuan Pengamanan (Satpam), dimana pemenang lomba joget ini mendapatkan uang $100 dari Ibu Didi.

Untuk mendukung keperluan transportasi, disewa beberapa bus yang diberangkatkan pada pagi hari dari berbagai wilayah di Jabodetabek. Sedangkan pada menjelang siang hari disediakan makan siang oleh Kentucky Fried Chicken (KFC) dan nasi timbel.

Ketika acara telah usai dan peserta mulai meninggalkan areal kebun teh, kemacetan lalu lintas menghadang untuk waktu yang agak lumayan lama. Setelah Jalan Raya Puncak diberlakukan one way trafic barulah kemacetan dapat teratasi.

(JUMPONO)

BRI dan Lembaga Sandi Negara Menjalin Kerjasama dengan BPKP

Bertempat di Aula Barat Gedung BPKP Pusat Jl. Pramuka no.33 Senin, 12 Mei 2008 pukul 13.30 WIB telah diadakan penandatanganan kesepakatan (MoU) antara BPKP dengan BRI dan Lembaga Sandi Negara.Acara penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPKP (Didi Widayadi), Direktur Bisnis Kelembagaan PT. BRI (Persero) Tbk (Asmawi Syam) mewakili Dirut BRI (Sofyan Basir), dan Kepala Lembaga Sandi Negara (Nachrowi Ramli).
Ruang Lingkup MoU antara BPKP dengan BRI meliputi : Pemanfaatan Jasa Perbankan untuk pembayaran gaji seluruh pegawai BPKP dan pembayaran dana operasional non gaji ( proyek dana APBN, BLN dan lainnya ) di lingkungan BPKP Pusat maupun perwakilan BPKP di seluruh Indonesia; pemberian fasilitas pembiayaan investasi BPKP; pemberian fasilitas Kretab (Kredit Berpenghasilan Tetap) kepada pegawai BPKP; pemberian fasilitas Kredit Consumer (KPR, KKB, Kartu Kredit) kepada pegawai BPKP; pemanfaatan jasa dan instrument perbankan lainnya seperti Electronik Bank Statement dan Cash Management System; pemberian fasilitas untuk pembukaan outlet kerja BRI di lingkungan BPKP; dan pemanfaatan IT infrastructure milik BRI apabila diperlukan.

Sedangkan ruang lingkup kerjasama dengan Lembaga Sandi Negara di lingkungan BPKP meliputi: pemenuhan dan pengembangan SDM sandi; pemenuhan materiil sandi dan pengamanannya; dan pengembangan Jaringan Komunikasi Sandi (JKS).

Sementara itu di lingkungan Lembaga Sandi Negara ruang lingkup kerjasama meliputi: bantuan teknis implementasi Sistem Akuntansi Instansi dan Penyusunan Laporan Keuangan Instansi; bantuan teknis pelaksanaan audit operasional, reviu laporan keuangan, evaluasi kinerja dan pengawasan lainnya; pendidikan dan pelatihan di bidang pengawasan; dan pembinaan jabatan fungsional auditor.

(JUMPONO)

Koordinasi dalam Pengawasan

Pada suatu kesempatan Tim Warta Pengawasan berkunjung ke Kantor Gubernur Sumatra Selatan menemui Prof.dr.H. Mahyuddin NS,SpOG(K) yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumatra Selatan. Mahyuddin menjelaskan tentang pentingnya koordinasi yang baik dalam pengawasan agar tidak terjadi tumpang tindih antar instansi pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan. Ini untuk menghindari adanya institusi auditee yang diperiksa terus menerus sehingga kurang efektif dalam melakukan tugas pokok dan fungsi / tupoksi-nya sendiri.
Sedangkan guna menciptakan Lingkungan Pengendalian yang baik, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatra Selatan setiap sepekan sekali pada hari senin diadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh seluruh perangkat daerah di lingkungan Provinsi Sumatra Selatan (dulu bernama “coffe morning”). Dalam rapat itu dibahas mengenai apa yang menjadi permasalahan atau hambatan yang dihadapi oleh perangkat daerah/ dinas-dinas dalam melakukan tugas pokok nya dan dibahas juga tentang bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.
Mengenai pengawasan terhadap kegiatan (dulu proyek) yang ada di lingkungan pemda, Mahyuddin menginginkan adanya metode rondom sampling untuk diterapkan disamping pengawasan yang sudah ada, jika terjadi penyimpangan, maka akan diperbaiki. Tapi bila tidak bisa diperbaiki lagi akan dilakukan stressing, papar Mahyuddin.
Untuk perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM), Mahyuddin mengharapkan pembinaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bentuk asistensi-asistensi di Pemda Provinsi/Kab/Kota.
Hal Senada mengenai koordinasi dan penghindaran terjadinya tumpang tindih penawasan juga disampaikan oleh Marwan Hasnan yang menjabat Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Palembang, Marwan mengatakan bahwa itu menjadi tugas BPKP suatu lembaga yang cukup representatif untuk mengkoordinasikan pengawasan pada tingkat internal pemerintah, Marwan juga mengharapkan adanya Standar yang jelas dalam pengawasan baik ekstern maupun intern.
Dalam hal pengkomunikasian hasil pengawasan, Marwan menginginkan lebih ditingkatkan lagi agar auditan dapat mengetahui lebih detil tentang hasil-hasil pengawasan yang berupa opini/rekomendasi auditor, mengapa opini/rekomendasi tersebut bisa terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesalahan/kelemahan yang ada.
Tentang peraturan keuangan daerah yang kerap mengalami perubahan dan penyempurnaan, pihak pemda kota Palembang mengaku kebingungan dalam mengikuti perkembangannya.
Pada tempat dan waktu yang terpisah, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatra Selatan Agus Sukaton menjelaskan bahwa hubungan dengan dengan Pemerintah Daerah Sumatra Selatan cukup kondusif dan sudah banyak kerja sama yang dilakukan dengan Pemerintah Daerah Sumatra Selatan baik Provinsi, Kabupaten, maupun Kota. Bentuk kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) untuk asistensi pembuatan laporan keuangan, reviu laporan keuangan, proses pengadaan barang/jasa, dan lain-lain bantuan yang sifatnya non-audit.
Agus juga memaparkan tentang pemetaan kompetensi SDM di Perwakilan BPKP Provinsi Sumatra Selatan yang berjumlah 143 pegawai sesuai keahlian untuk memenuhi penugasan karena tidak semua pegawai memiliki keahlian/kemampuan yang sama. Sedangkan untuk meningkatkan kompetensi, keahlian/kemampuan pegawai, Perwakilan BPKP Provinsi Sumatra Selatan melakukan Workshop di kantor sendiri. Adapun penugasan yang baik menurut Agus adalah dalam bentuk sistem satuan tugas (satgas), akan tetapi di Perwakilan BPKP Provinsi Sumatra Selatan belum berjalan.


(Jumpono)

Menyiapkan SDM adalah yang Utama

Beberapa waktu yang lalu, ketika Tim Warta Pengawasan berkunjung ke Palembang dan berkesempatan untuk mewawancarai Harun Delamat yang menjabat Pembantu Dekan II (Pudek II) dan Ketua Program DIII Jurusan Akuntansi Universitas Sriwijaya (UNSRI). Tentang keuangan daerah, Harun menekankan adanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaannya dimana setiap entitas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus membuat laporan keuangan yang benar-benar akuntabel. Akan tetapi ini harus didukung oleh kemampuan Sumber Daya manusia (SDM) yang memadai dibidang akuntansi dan keuangan. “SDM yang ada di Pemerintah Daerah belum siap, dan ini adalah menjadi tugas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyiapkan/melatih pegawai-pegawai Pemerintah Daerah” ujar Harun. Sejalan dengan kebutuhan Pemerintah Daerah akan SDM ini juga, UNSRI berencana akan membuka program D III konsentrasi Akuntansi Keuangan Daerah.
Berkaitan dengan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Sumatra Selatan yang masih banyak disclamer , Harun menginginkan adanya komunikasi / pembicaraan yang baik antara auditor dan auditee, agar auditor dapat menjelaskan mengapa pendapat disclamer tersebut bisa terjadi yang diantaranya bisa disebabkan oleh ketidakcukupan bukti/data yang diperoleh oleh auditor, juga menjelaskan tujuan akhir dari pemeriksaan dan pentingnya penyajian laporan keuangan supaya kinerja publik bisa terukur. Disamping itu, baik auditor dan auditee harus merujuk kepada standar-standar yang ada seperti Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) untuk SKPD dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) untuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), sering kesalahan prosedur yang dilakukan oleh auditee walaupun tidak terjadi kerugian negara dapat mempengaruhi opini yang dikeluarkan oleh auditor. Harun juga mengatakan bahwa tidak perlu ada kesan takut dari pihak auditee ketika diperiksa oleh auditor asal tidak bertentangan dengan standar-standar yang ada.
Ketika ditanya oleh tim Warta Pengawasan mengenai bagaimana seharusnya tata pengawasan yang baik, Harun menegaskan bahwa cukup ada satu pengawasan dari eksternal dan satu dari internal suatu entitas/institusi yang penting adalah pengawasan eksternal/internal tersebut terbebas dari virus moral hazard sehingga menjadi efektif dan terpercaya. Pengawasan dan evaluasi terhadap suatu Kegiatan/Program harus direncanakan dengan sematang mungkin, kemudian dilaksanakan secara terstruktur dan berkala / inspeksi mendadak (Sidak). Lembaga pengawasan memang harus diperkuat, tidak cukup oleh pengawasan dari eksternal/BPK saja karena SDM-nya terbatas jumlahnya. Berkenaan dengan ini menurut Harun, BPK bisa menggunakan tenaga profesional dari BPKP.

(Jumpono)

Knowledge Management Audit

Resensi Buku:

Knowledge Management Audit


Judul Buku : Knowledge Management Audit
Penerbit : Sekolah Tinggi Manajemen PPM
Tahun : 2008
Jumlah Hal. : 99
Penulis : Ningky Munir

Setiap organisasi perlu mengembangkan kemampuan atau keunggulan bersaingnya agar dapat bertahan, bersaing, dan mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan baik. Sumber daya yang dibutuhkan untuk keberlangsungannya itu tidak semata-mata dari sumber daya tradisional seperti sumber daya alam, tenaga kerja, dan dana, melainkan juga dari sumber daya tanwujud (intangile resources), yaitu pengetahuan (intellectual capital).
Untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari pengetahuan yang dimiliki dan untuk mengetahui pengetahuan apa yang harus dimiliki, perusahaan harus mengelola pengetahuannya melalui manajemen pengetahuan. Dengan manajemen pengetahuan, secara sadar organisasi mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki dan memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan berbagai inovasi.
Audit manajemen pengetahuan adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi. Melalui audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran tentang:
· Pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja;
· Kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran; dan
· Kualitas proses-proses pengelolaan pengetahuan.
Sejak dipopulerkan pada pertengahan tahun 80-an, manajemen pengetahuan kini semakin sering dibicarakan diantara para akademisi dan praktisi manajemen. Bahkan bila berkunjung ke situs publikasi sekolah bisnis terkemuka di Amerika Serikat, Harvard Business School (Publishing), dan INSEAD (Institut Europeen d’Administration des Affaires atau European Institute for Business) di Eropa, maka sejak tahun 1996 dalam kategori topik telah ditambahkan satu kategori baru: Knowledge Management. Perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia pun melakukan investasi besar-besaran untuk sistem manajemen pengetahuan, bahkan mempekerjakan banyak profesional secara purna waktu di sebuah pusat pengetahuan yang dipimpin oleh seorang knowledge executive dengan nama jabatan Chief Knowledge Officer (CKO), atau Chief Knowledge Architect (CKA).
Buku Knowledge Management Audit yang ditulis oleh Ningky Munir berusaha menjelaskan tentang definisi manajemen pengetahuan, pengetahuan dan kerangka kerja audit manajemen pengetahuan. Dijelaskan oleh Ningky bahwa manajemen pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima.
Manajemen pengetahuan sering diartikan sama dengan teknologi informasi, akan tetapi sesungguhnya tidaklah demikian. Memang benar teknologi informasi dapat sangat mendukung keberhasilan manajemen pengetahuan, namun tanpa teknologi informasi pun manajemen pengetahuan dapat eksis di berbagai organisasi, dan tidak berarti dengan adanya teknologi informasi pasti ada manajemen pengetahuan. Dalam bukunya, Ningky memaparkan juga tentang hubungan antara simbol, data, informasi, dan pengetahuan.
Dijelaskan juga tentang jenis pengetahuan yang dibedakan menjadi pengetahuan explicit (pengetahuan eksplisit) dan pengetahuan tacit (pengetahuan terbatinkan). Pengetahuan eksplisit dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, prosedur, operasi standar, manual-manual, bagan, dan sebagainya. Di lain pihak pengetahuan tacit terletak dalam benak manusia, bersifat sangat personal dan sulit dirumuskan, sehingga membuatnya sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik, petunjuk praktis termasuk dalam jenis pengetahuan ini.
Yang terpenting dalam buku ini adalah tulisan Ningky tentang Kerangka Kerja Audit Manajemen Pengetahuan dan Fokus Strategi Manajemen Pengetahuan. Istilah audit disini tidak ada hubungannya dengan audit keuangan, kata audit dipakai secara luwes dengan masih memanfaatkan prinsip-prinsip audit seperti pemeriksaan, evaluasi, sistematis atau terstruktur, dan obyektif. Audit manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi. Melalui audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran, dan kualitas proses-proses pengelolaan pengetahuan. Dalam audit manajemen terdapat tiga komponen penting, yaitu audit kualitas pengetahuan, audit kualitas pembelajaran di organisasi, dan audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan.
Melalui audit kualitas pengetahuan, dapat diperoleh gambaran mengenai ragam kelompok pengetahuan yang dibutuhkan beserta tingkatannya, ragam kelompok pengetahuan yang sudah dimiliki beserta tingkatannya, serta ragam pengetahuan yang perlu diakuisisi, tingkatan, dan prioritasnya. Komponen audit manajemen yang kedua adalah audit kualitas pembelajaran di organisasi, audit kualitas pembelajaran di organisasi dapat diperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan kesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah dan menyempurnakan organisasi. Sedangkan komponen audit yang ketiga adalah audit kualitas proses pengelolaan pengetahuan, melalui kualitas proses pengelolaan pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai efektivitas proses-proses pengelolaan pengetahuan di dalam organisasi yang terdiri dari : (1) Proses Akuisisi Pengetahuan, (2) Proses Distribusi dan Berbagi Pengetahuan, (3) Proses Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan, dan (4) Proses Penyimpanan dan Pemeliharaan Pengetahuan.
Pada bab penutup yaitu Fokus Strategi Manajemen Pengetahuan, Ningky menulis bahwa setelah organisasi melakukan audit manajemen pengetahuan, akan diperoleh gambaran mengenai kualitas pengetahuan, pembelajaran, dan proses pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi atau unit kerja. Berdasarkan hasil audit tersebut, organisasi dapat mengembangkan alternatif strategi untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas pengetahuan, pembelajaran, dan proses pengelolaan pengetahuan.
Strategi Manajemen Pengetahuan yang dapat diambil oleh organisasi adalah strategi Agresif Vs Konservatf, atau Kodifikasi Vs Personalisasi. Organisasi yang berorientasi pada eksploitasi pengetahuan internal menunjukkan strategi manajemen pengetahuan yang konservatif, sedangkan organisasi yang menggali pengetahuan tanpa membatasi sumbernya dengan melakukan baik eksplorasi maupun eksploitasi (innovator) mewakili strategi manajemen pengetahuan yang agresif. Personalisasi (personalization strategy) lebih menekankan pada peran orang atau manusia sebagai sumber pengetahuan sedangkan kodifikasi (codification strategy) lebih menekankan pada pemanfaatan teknologi informasi yang dominan sebagai alat pendukung.
Buku tipis dengan jumlah halaman 99 ini, enak dibaca bagi pemula yang ingin mengetahui tentang Knowledge Management. Point penting dari buku ini bagi manajer suatu organisasi adalah agar manajer organisasi tergugah untuk mengetahui dimana sebenarnya posisi knowledge organisasi yang dipimpinnya dibandingkan dengan organisasi pesaingnya, apakah organisasinya terdepan atau justru tertinggal dalam industri/core businis-nya. Sehingga sang manajer dapat mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk tetap menjadi yang terdepan dalam industri.



(Jumpono)

Wawancara Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi dengan Rani Indira

Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi diwawancarai oleh Rani Indira (presenter acara RRI Pro 3) pada hari Sabtu tanggal 24 Mei 2008, yang dimulai pada pukul 10:00 AM. Topik yang dibahas adalah ”Peran BPKP dalam Pemberantasan Korupsi” .



Rani Indira (R): Pak Suradji sebelum membedah habis tentang bagaimana peran BPKP dalam pemberantasan korupsi, kadang masyarakat publik masih bingung juga apa sebetulnya pembedaan antara BPK – BPKP yang satu tidak pakai P yang satu ada P nya, Pak Suradji silahkan?

Suradji (S) : Terima Kasih Bu Rani, memang biasa saya juga dengarkan sendiri bahkan sampai ke daerah-daerah kabupaten/kota masih banyak yang mempertanyakan BPK dan BPKP itu sebetulnya bedanya apa toh pak kok beda-beda, nah bisa kami informasikan Bu Rani kalau BPKP itu adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan itu adalah auditor intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung pada Presiden, dan sekarang ini juga sudah timbul istilah BPKP itu adalah auditornya Presiden dan bertanggung jawab pada Presiden sedangkan BPK, BPK itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang berada diluar organisasi pemerintahan dan BPK ini bertanggung jawab untuk hasilnya itu dipertanggungjawabkan pada DPR sehingga beda sekali, kalau BPKP kepada Presiden sedangkan BPK ini pada DPR.

(R) : Jadi tingkat kepercayaannya juga beda ya ke Presiden dan ke DPR tapi sejauh itu Pak, masih juga ada ketika ditemui di masyarakat, didaerah misalnya ada BPK melakukan audit kemudian setelah diaudit kembali ada BPKP audit tersebut tidak bermasalah atau bahkan sebaliknya nah bagaimana masyarakat melihat hal ini pak?

Suradji (S) : Terima Kasih Bu Rani, memang banyak juga terjadi bahkan di mass media di surat-surat kabar di ibukota juga sering terjadi banyak kritikan BPK mengaudit tidak ada temuan tetapi BPKP kok ada temuan, nah oleh karena itu perlu kami informasikan juga termasuk kepada seluruh pendengar dan masyarakat untuk bisa mencermati dan membedakan itu kita akan sampai kan beberapa jenis audit. Nah audit yang pertama itu bisa dinamakan audit operasional yaitu suatu audit yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan tertentu untuk mengidentifikasikan adanya kelemahan-kelemahan dan diharapkan auditor bisa memberikan saran perbaikan untuk menuju efisiensi, efektif, ekonomis yang juga sering disebut 3E. Kemudian ada juga audit kinerja yaitu suatu audit yang dilakukan menilai pencapaian kinerja suatu entitas atau organisasi. Nah yang ketiga yang juga sering dilakukan oleh BPK adalah audit keuangan atau general audit yaitu suatu audit yang dilakukan untuk menilai kewajaran daripada laporan keuangan dan penilaian kewajaran itu dituangkan dalam suatu opini, opini itu bisa wajar, wajar dengan syarat, menolak memberikan pendapat / disclamer, dan sebagainya. Nah yang terakhir ini yang terkait dengan tugas deputi kami yaitu audit investigatif yaitu suatu audit yang dilaksanakan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi. Nah oleh karena itu sering terjadi dimuat di mass media kadang-kadang hasil audit yang dilakukan BPK itu adalah audit keuangan dengan memberikan opini yang kadang-kadang opininya wajar dengan pengecualian atau wajar tanpa pengecualian atau menolak memberikan pendapat / disclamer. Sedangkan yang dilakukan BPKP itu kadang-kadang audit investigatif yang ditujukan untuk menilai suatu penyimpangan-penyimpangan itu memenuhi tindak pidana korupsi atau tidak. Jadi tidak able to able Bu Rani.

(R) : Ya, baik Pak Suradji. Saya coba menyitir sedikir soal misi BPKP ”Auditor intern Pemerintah yang Proaktif dan Terpercaya dalam mentransformasikan Manajemen Pemerintahan Menuju Pemerintahan yang Baik dan Bersih”, nah bagaimana untuk mendorong kesana adakah program-program atau kegiatan terutama menyangkut pemerintahan yang baik dan bersih tentu ini ada juga kasus-kasus korupsi misalnya, itu banyak sekali pak Suradji ya dan media banyak mengekspos itu masyarakat pun tahu di daerah?

Suradji (S) : Terima Kasih Bu Rani, jadi memang tugas pokok BPKP itu sebetulnya prevention sehingga BPKP mempunyai tiga pilar strategi dalam rangka membantu pemerintah dalam mewujudkan Good Governance ini yaitu yang pertama strategi Preemtif, yang kedua Preventif dan yang ketiga Represif. Nah Preemtif ini diusahakan kita melalui langkah-langkah yang dilakukan BPKP untuk menciptakan suatu lingkungan atau suatu kondisi yang apabila ingin melakukan penyimpangan itu mikir-mikir jadi tidak serampangan dan paling tidak takut lah, tapi kalau suatu preventif kita menciptakan suatu infrastruktur suatu sistem yang diciptakan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah adanya kegiatan-kegiatan yang menyimpang seandainya ada pun kita akan mempercepat untuk mendeteksi. Nah represif ini dilakukan melalui audit investigatif dan juga bisa dilakukan membantu penyidik baik itu audit investigatif maupun perhitungan kerugian negara. Nah boleh diberikan contoh Bu Rani ya, yang preemtif tadi itu bisa kita lakukan misalnya kita melakukan sosialisasi-sosialisasi program anti korupsi, kemudian melakukan sosialisasi dalam rangka good governance itu bisa kita mempunyai infrastruktur yang berupa sistem akuntansi dan manajemen keuangan daerah kemudian kita juga mempunyai sosialisasi misalnya bagaimana menyusun anggaran berbasis kinerja, bagaimana menyusun laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan ketentuan dan sebagainya. Kemudian kalau preventif, kita juga melakukan pencegahan-pencegahan termasuk kita memberikan asistensi-asistensi, kemudian yang represif kita sering melakukan audit investigatif dimana sumber audit investigatif berupa penyimpangan-penyimpangan berindikasi TPK itu bisa berasal dari pengembangan temuan kemudian pengaduan masyarakat bahkan juga permintaan dari penyidik. Nah disamping itu juga apabila penyidik melakukan penyidikan sering juga BPKP diminta untuk melakukan perhitungan kerugian negara.

(R) : Ya, Luar biasa ini ya peran aktif BPKP. Pak Suradji sebentar sebelum ke lebih indept lagi kalau KPK nanti bagaimana singkronisasi kerja. Nah ini kadang-kadang KPK sama-sama pemberantasan korupsi kemudian BPKP porsinya dimana Pak?

Suradji (S) : Jadi gini Bu, kalau KPK kan Komisi Pemberantasan Korupsi ini suatu komisi yang mempunyai kewenangan luar biasa sehingga sering disebut dengan kewenangan itu adalah super body nah ini dalam melakukan kegiatannya untuk pemberantasan korupsi baik di tingkat penyelidikan ayau penyidikan ini terus terang aja sering meminta bantuan atau sering dibantu oleh BPKP. Nah mengapa, karena KPK ini berada di pusat /di Jakarta, sedangkan BPKP ini mempunyai perwakilan hampir semua provinsi di Indonesia sehingga apabila kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi korupsi itu terjadi di daerah maka KPK sering BPKP baik melakukan audit investigatif ataupun perhitungan kerugian negara dimana nanti hasil yang dilakukan oleh BPKP tersebut setelah selesai kemudian dilaporkan kepada KPK untuk diproses lebih lanjut, ini sering kita lakukan.

(R) : Jadi terjalin ya kerjasama yang erat dan mesra begitu ya, saling mendukung.

Suradji (S) : Ya.

(R) : Pak Suradji kalo kita lihat dalam penyelenggaraan fungsi BPKP peran tersebut ada dasar hukum mungkin pak untuk bisa karena ini bertanggung jawab langsung ke presiden apa yang menguatkan itu?

Suradji (S) : Nah dasar hukum BPKP ini adalah masih berupa Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, kemudian nanti kira-kira diusahakan dalam waktu dekat terbit suatu Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai kewenangan BPKP.

(R) : Dalam melaksanakan peran pemberantasan korupsi peran BPKP ada beberapa lembaga pemerintah lain mungkin yang dilakukan untuk menjalin kerjasama seperti itu atau stakeholder lain, Pak Suradji?

Suradji (S) : Banyak Bu. Jadi semua penyidik yang ada di negara kita ini semuanya sudah menjalin kerjasama dengan BPKP. Dan BPKP selalu membantu dan mendukung penyidik tersebut dalam rangka pemberantasan korupsi. Yaitu misalnya dengan Kejaksaan Agung, BPKP juga sudah mengikat kerjasama kemudian dengan Kepolisian juga sudah mengikat kerjasama atau MoU sejak tahun 2002 Kepolisian itu. Kemudian dengan KPK kita juga melakukan kerjasama bahkan yang terakhir juga ada naskah kerjasama MoU segitiga antara BPKP-Kejaksaan Agung-Kepolisian RI. Dan bahkan dengan PPATK, BPKP juga melakukan kerjasama dalam rangka tukar menukar informasi terkait dengan informasi-informasi Tindak Pidana Korupsi.

(R) : Ya mungkin kita lebih dalam lagi ketika otonomi daerah kan ini Pak Suradji, Bagaimana peran BPKP dan kaitannya dengan otonomi daerah yang kita tahu bahwa kewenangan sudah ada dalam otonomi daerah pemerintahan disana mungkin ada bentuk sosialisasi/arahan seperti itu dari BPKP Pusat ke BPKP di daerah?


Suradji (S) : Dalam rangka otonomi daerah kita juga sudah banyak melakukan MoU dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah baik bupati, gubernur dan walikota. Karena sejak adanya Undang-Udang Otonomi Daerah memang kewenangan BPKP untuk masuk ke daerah memang dibatasi sehingga kita sering juga ditolak untuk melakukan audit di daerah namun demikian dari sisi lain pemerintah daerah itu baik gubernur (propinsi), kota maupun kabupaten itu di sisi lain masih sangat membutuhkan BPKP. Jadi misalnya ini, menyusun Laporan Keuangan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah atau LKPD, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah itu juga masih dibantu BPKP sejak mulai penyusunan anggaran berbasis kinerja dibantu BPKP sampai dengan penyusunan laporan keuangannya kita bantu, kita berikan infrastruktur berupa sistem informasi manajeman keuangan daerah kita juga berikan, dan bahkan kita ibaratnya kalau orang Jawa itu dituntun diberikan asistensi sehingga mereka itu bisa sampai dengan input data sampai dengan menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, itu sering kita lakukan. Bahkan yang terakhir ini tidak menutup kemungkinan sudah terjadi beberapa gubernur, bupati, walikota yang minta kepada BPKP untuk bersinergi melakukan audit investigasi dalam rangka menangani penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di daerah, itu sudah banyak kita lakukan beberapa provinsi, kabupaten/kota sudah kita BPKP untuk berkoordinasi dalam rangka audit investigasi.

(R) : Artinya bidang yang bapak tekuni ini, bidang investigasi di BPKP apakah artinya tidak menemui kendala di era otomoni daerah dengan pemerintah daerah setempat?

Suradji (S) : Selama ini tidak ada kendala karena disamping BPKP itu membantu penyidik baik itu didaerah bisa kepolisian daerah, polres, kemudian kejaksaan tinggi, Kajari, ya itu tadi seperti juga kami katakan bahkan gubernur, bupati/walikota sendiri pun ingin dibantu oleh BPKP dalam rangka pemberantasan korupsi di daerahnya, disamping itu juga diminta bantuannya untuk melakukan audit investigasi, jadi tidak ada masalah di daerah.

(R) : Pendengar, kami masih bersama Bapak Suradji, Ak, MM. Beliau Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi. Peran BPKP dalam Pemberantasan Korupsi tema besar kita dan kami undang anda silahkan 2 line telepon di 021-3844545, 021-3866712, dan pesan singkat di 08139939988, pak Suradji sudah ada pendengar, Pak Robert di Malang. Selamat siang Pak Robert.

Robert (Rb): Selamat siang. Boleh tahu dengan ibu siapa ini?

(R) : Saya Rani dan ada Pak Suradji.

Robert (Rb): Bu Rani Selamat siang dan narasumber.

Suradji (S) : Selamat siang Pak Robert.

Robert (Rb): Begini ya pak ya, saya ingin tahu yang dimaksud dengan kategori korupsi sementara kita tahu bahwa di daerah banyak proyek padat karya ini kan program pemerintah tetapi terus masih ada kejanggalan apakah itu juga korupsi? Terima kasih itu saja yang mau saya tanyakan.

(R) : Sebelum dikomentari ada Pak Rohman di Depok. Selamat siang Pak Rohman.

Rohman (Rh) : Selamat siang Mbak Rani, Pak Suradji.

Suradji (S) : Selamat siang Pak Rohman.

Rohman (Rh) : Wah, Pak Suradji yang sering tampil Pak. Begini Pak ada dua pertanyaan, yang pertama ini barangkali membutuhkan jawaban singkat Pak , tentang preemtif dan preventif tadi. Itu kan bahasa asing Pak ya, Preventifnya saya tahu itu kan pencegahan ya pak, nah preemtifnya itu apa? Itu yang butuh jawaban singkat , kemudian yang butuh jawaban panjang langsung masuk sektoral Pak, sektor pendidikan Pak. Saya tahun ajaran baru ini mau memindahkan anak saya sekolah SMA, kalo sekolah yang favorit di depok ini ada isu bahkan sudah dipraktekkan oleh tetangga permintaannya Rp 15 juta uang pangkal. Rp 15 juta bukan sedikit ini pak, BLT aja Rp 100 ribu. Jadi selain uang pangkal, SPP, dan buku ini bukan persoalan murah ini Pak, buku ini mahalnya setengah mati. Pertanyaan saya Pak, saya nggak membahas TPK tetapi BPKP, Inspektorat Jenderal, Bawasda, sudah disinggung Mbak Rani tentang otonomi daerah tadi. Siapa yang layak ditunjuk hidungnya yang harus disalahkan dan apa yang harus dilakukan rakyat ini Pak supaya rakyat kita ini tambah pintar gitu loh Pak? Sekali lagi yang sering tampil Pak Suradji. Assalamu’alaikum.

(R) : Wa’alaikum salam. Terima kasih Pak Rohman mendukung ini Pak. Bisa dijawab Pak?

Suradji (S) : Terima kasih Pak Robert dan Pak Rohman. Ini mungkin dua-duanya bisa dirangkum pertanyaannya, Pak Robert mengenai korupsi dan banyak kejanggalan di kegiatan padat karya ya Pak Rabert ya. Nah begini Pak Robert jadi suatu kegiatan untuk bisa dikatakan memenuhi tindak pidana korupsi itu harus ada memenuhi 3 unsur Pak Robert, yang pertama adanya penyimpangan-penyimpangan pada peraturan yang berlaku, kemudian ada pihak yang diuntungkan, dan yang ketiga ada kerugian keuangan negara. Tiga-tiganya harus terpenuhi jadi tidak boleh hanya terpenuhi satu atau dua. Nah padat karya yang tadi ada kejanggalan-kejanggalan apa itu korupsi atau tidak tentu saja harus ditarik pada tiga unsur mengenai korupsi tadi kalau salah satu tidak terpenuhi berarti tidak atau bukan tindak pidana korupsi, penyimpangan administrasi atau penyimpangan keuangan yang lain yang mungkin tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Nah, kalau penyimpangan administrasi mungkin sanksinya ya diberikan sanksi PP No.30 atau sanksi administrasi dan sebagainya. Tapi kalau tindak pidana korupsi tentu saja karena memenuhi unsur Tindak Pidana Korupsi diteruskan dan diproses oleh pihak yang berwenang sampai dengan penyelidikan, penyidikan, bahkan mungkin sampai penuntutan dan persidangan. Nah, Pak Rohman ini juga perlu kami sampaikan kalau preventif Bapak susah jelas ya, sekarang preemtif, preemtif ini intinya BPKP berusaha untuk membantu pemerintah dalam menciptakan suatu kondisi atau lingkungan dimana masyarakat atau pihak lingkungan itu bila akan melakukan tindak pidana korupsi atau penyimpangan itu paling tidak enggan atau takut atau paling tidak mempunyai ketakutan untuk melakukan tindakan. Seperti ini kita lakukan sebagai contoh misalnya Pak, saya pernah melakukan sosialisasi dalam suatu perguruan tinggi ada mengenai namanya sosialisasi program anti korupsi pada saat itu mahasiswa itu kami lihat kalau belum mulai kegiatan duduk menyendiri, kemudian pada saat masuk ruangan kelas di kampus duduk juga tidak mau bergabung dengan teman, terus kalau sudah bubar pulang cepat-cepat itulah kalau saya kenal saya tanya, lho mengapa anda kok bersikap seperti itu, itu lho pak saya itu malu, kenapa malu, bapak saya tiap hari disebut di dalam koran sampai di RT ditanya di RW ditanya, pulang kampung ditanya, di kampus saya ditanya teman-teman saya apa benar apa nggak, wah ini saya malu setengah mati Pak, lah itu menciptakan situasi seperti itulah yang kira-kira yang dinamakan kegiatan preemtif. Jadi dengan adanya sosialisasi yang kita lakukan itu bisa menciptakan kondisi masyarakat atau lingkungan yang takut atau paling tidak ada rambu-rambu untuk melakukan korupsi.

(R) : Ini artinya sasarannya psikis ya, psikologis.

Suradji (S) : Ya. Paling tidak supaya takutlah melakukan korupsi tapi memang dampaknya itu luas sekali Bu Rani setelah kita lakukan sosialisasi ini. Banyak juga partisipasi masyarakat.

(R) : Baik. Pak Suradji ada pendengar lagi dari Pak Gustav di Jakarta. Selamat siang pak Gustav.

Gustav (G) : Selamat siang Bu. Selamat siang Bapak.

(R) : Siang. Silahkan.

Gustav (G) : Saya sangat sedih sekarang ini mendengar, karena begini pak banyak aset-aset negara berupa pabrik, berupa tanah, berupa fasilitas kendaraan itu yang tadinya kan punya negara kok jadi milik pribadi? ini pertanyaan saya pertama Pak. Sampai dimana seharusnya BPKP menangani itu, sampai saat ini beribu-ribu bahkan beratus-ratus kendaraan dinas itu jadi milik pribadi dan juga pabrik-pabrik pemerintah menjadi milik perusahaan swasta murni bahkan sampai digadai ke bank, itu bagaimana tanggapan sebenarnya apakah BPKP tidak ada fungsi disana, apa ini dibiarkan, itu yang pertama pak ya. Yang kedua saya sangat sedih juga bagaimana kok dari berdirinya BPKP sampai hari ini kok tidak ada gigi-gigi nya untuk menangkapi para koruptor yang sudah sepanjang hari sepanjang malam merajalela itu padahal KPK kan baru dibentuk beberapa bulan ini, beberapa tahun, nah ini pertanyaan saya.

(R) : Terima kasih Pak Gustav kita berbagi dengan pendengar yang lain dari Lembang ada Pak Hasan. Selamat siang Pak Hasan.

Hasan (H) : Ya, selamat siang Bu. Ini Bu, mau tanya ya. Kira-kira para koruptor ini hukumannya seberapa jauh ini Bu, karena kalau saya mensinyalir ya korupsi seolah-olah gencar diberantas tapi masalah hukum ini belum kedengaran Bu oleh pihak rakyat nih Bu, ya itu satu. Itu saja Bu, terima kasih.

(R) : Terima kasih Pak Hasan di Lembang. Silahkan Pak Suradji.

Suradji (S) : Terima kasih Pak Gustav dan Pak Hasan. Ini saya senang sekali anda berpartisipasi menunjukkan semangat untuk memberantas korupsi di Indonesia memang tinggi sekali. Pak Gustav aset-aset negara pabrik banyak yang menguap ini fungsi BPKP seperti tadi saya katakan antaranya bisa preemtif, preventif, dan represif. Jadi dalam kaitannya dengan aset negara bisa kaitannya dengan preventif dan represif Pak. BPKP sudah membantu beberapa departemen dalam rangka penertiban aset-aset negara supaya tidak menguap bahkan sekarang KPK juga gencar menilai dan melacak daripada ast-aset negara ini, fungsi BPKP disini bisa melakukan inventarisasi Pak namanya, kita lakukan inventarisasi sampai dengan jumlahnya, barangnya, manfaatnya, surat-suratnya ada atau tidak, dikuasai orang lain atau tidak, karena ada beberapa aset yang asetnya ada tapi kelengkapan surat-suratnya tidak ada, ada juga yang suratnya ada tapi asetnya dikuasai oleh orang lain, tapi ada juga yang pengeluaran uangnya untuk beli aset ada tapi barangnya sudah tidak ada suratnya juga tidak ada. Ini macam-macam. Nah, BPKP memberikan asistensi dan memberikan bantuan untuk melakukan inventarisasi ini sudah dilakukan beberapa departemen termasuk diantaranya yang terakhir adalah departemen Diknas yang sudah dilakukan inventarisasi oleh BPKP. Dari Rp 12 Trilliun menjadi Rp 21 Trilliun ini jadi nilainya juga berubah. Itulah fungsi BPKP dalam penertiban aset. Kemudian BPKP kok beda dengan KPK bisa menangkap korupsi, nah ini begini Pak Gustav BPKP ini fungsinya tidak bisa menangkap tapi membantu penyidik untuk bisa menangkap, lain, jadi BPKP fungsinya tadi seperti saya katakan bisa membantu penyidik itu dalam rangka audit investigatif yaitu audit terhadap kegiatan-kegiatan yang diduga mengandung penyimpangan-penyimpangan dan berindikasi Tindak Pidana Korupsi. Kemudian dibuat laporan, laporan audit investigasi itu apabila terpenuhi unsur tindak pidana korupsi diserahkan kepada penyidik untuk diproses lebih lanjut. Kemudian kalau penyidik sudah sampai pada tahap peyidikan, ini juga seperti KPK juga minta dibantu oleh BPKP untuk menghitung kerugian keuangan negara dan apabila laporan perhitungan kerugian keuangan negara sudah selesai diserahkan kepada penyidik yaitu jaksa, polisi, KPK, untuk diproses lebih lanjut apabila terpenuhi TPK untuk diproses lebih lanjut sampai penuntutan dan sebagainya. Nah, pada saat terakhir penyidik ini sudah selesai tugasnya, BPKP ini masih membantu lagi dalam rangka memberikan keterangan ahli dipersidangan, jadi BPKP ini luar biasa perannya sampai dipersidangan pun masih diminta untuk memberikan keterangan, itu pun masih di kuyau-kuyau padahal kita hanya membantu. Jadi kira-kira seperti itu Pak Gustav, yang berhak menangkap itu penyidik, nah BPKP hanya bisa memberikan sarana, memberikan laporan untuk dapat digunakan untuk menangkap tadi. Kemudian Pak Hasan para koruptor hukumannya seberapa jauh, lah kembali lagi Pak Hasan jadi BPKP itu perannya hanya membantu penyidik dalam rangka audit investigatif, perhitungan kerugian negara, sampai dengan pemberian keterangan ahli, sedangkan ranah hukum ini kalau sudah hukumannya berapa jauh ini bukan ranahnya BPKP lagi. Ini adalah ranah daripada penegak hukum kembali lagi fungsi BPKP, peran BPKP membantu penyidik memberikan kontribusi, data, laporan, hasil audit investigatif maupun perhitungan kerugian keuangan negara yang dapat digunakan untuk proses hukum itu tadi.

(R) : Baik pendengar, silahkan kembali di 2 line telpon kami di 021-3844545, 021-3866712 , dan pesan singkat di 081399399888 kita masih bersama Bapak Suradji, Ak, MM. Beliau adalah Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi. Sudah ada Pak Hasan dari Kalimantan Barat, selamat siang Pak Hasan.

Hasan (Hs) : Selamat siang Ibu. Ya, saya dari Kalimantan Barat, Sintang. Saya mau masukan aja nih Bu, ya untuk korupsi ini. Masalahnya begini ya Bu ya, keadaan yang sering saya lihat, yang sering saya lihat itu kalau ada kegiatan di kantor lah Bu, saya tidak bilang kantornya apa, biasanya kegiatannya itu 7 hari gitu Bu, jadi dipadatkan 2 hari yang saya pikir dengan 2 hari itu materinya tidak akan sampai Bu ke yang dikasih itu Bu, sedangkan kegiatan itu seminggu begitu, jadi yang mau saya sampaikan sebenarnya dari situ juga Bu, sarat dengan korupsi juga begitu Bu, oke gitu aja Bu ya.

(R) : Terima kasih. Sayang Bapak tidak menyebut, takut diaudit BPKP, nggak ya. Ada Pak Agas di Jakarta, selamat siang Pak Agas.

Agas (A) : Selamat siang. Bapak Suradji yang saya hormati begini Pak. Kami mau nanya sebetulnya agak ragu juga karena mungkin relevansinya lemah tapi ini kawan- kawan bilang tanyakan saja deh. Mengenai BLT ini adalah kata kawan-kawan ini suatu pemborosan Rp 100 ribu per bulan kemudian ini katanya bisa saja oleh Bapak ditanyakan kepada BPKP karena ini termasuk audit keuangan atau audit investigatif tapi ini berarti suatu penyimpangan karena apa, ini Rp 100 ribu itu adalah ada yang bilang ini mungkin money politic untuk meraup one man one vote di 2009, jadi ini adalah suatu penyimpangan dan ini adalah to be or not to be karena itu dari Bapak sedapat mungkin sejalan dengan pemikiran kami.

(R) : Terima kasih Pak Agas di Jakarta. Ini sedang hangat-hangatnya Pak Suradji BLT. Tapi ada satu lagi dari Sumenep Pak Husain. Selamat siang Pak Husain.

Husain (Hu) : Selamat siang, assalamu’alaikum wr. wb. Begini Bapak dari BPKP kebetulan saya juga dari LSM investigasi Pak, namanya Administrative and Management Investigation. Didalam penyelidikan saya dan penelitian saya, terdapat satu BUMN yang mempunyai tanah yang tanahnya itu milik negara kemudian dialihkan kepada yayasan dan oleh yayasan itu dijual. Ini jadi satu persoalan Pak, kemudian di dalam penjualan itu ada gratifikasi kepada tim penjualannya itu, ini persoalan pak, dan kalau memang Bapak serius Pak, akan saya kirim nanti saya khawatirnya bocor ini persoalan pak, ini yang pertama pak. Terus yang kedua, bahwa di BUMN ini juga ada penjualan tapi melalui apa namanya beralih fungsi pak, artinya dia memanipulasi dengan cara-cara prosesnya pertanahan kemudian misalnya itu daerah produktif dijadikan daerah kering kemudian akan dirubah menjadi pabrik dan pabriknya bukan dibawah kekuasaannya BUMN ini, ini banyak persoalan di BUMN, terima kasih , assalamu’alaikum.

Suradji (S) : Terima kasih para pendengar yang setia, ini memang bagus sekali respon anda ini, baik dari Pak Hasan, Pak Agas, Pak Husain, ini arahnya ke tindak pidana korupsi semua, jadi kembali lagi misalnya dari Pak Hasan dari kegiatan yang 7 hari ke 2 hari, kemudian dari Bantuan Langsung Tunai Rp 100 ribu per bulan ini apakah perlu audit investigatif atau audit keuangan, Pak Husain juga BUMN, tanah dijual ke yayasan, yayasan dijual dan sebagainya. Jadi kembali lagi untuk mengetahui itu adalah unsur korupsi atau bukan, itu harus kita kaitkan kepada 3 unsur yang seperti tadi kami kaitkan, yaitu unsur pelanggaran hukum, kemudian unsur kerugian negara, ada pihak yang diuntungkan, kalau tiga unsur terpenuhi tentu saja itu adalah tindak pidana korupsi. Nah seperti tadi misalnya dari Pak Agas BLT ini audit keuangan atau investigatif, kalau BLT itu misalnya katakan dari Rp 100 ribu diberikan hanya Rp 75 ribu itu sudah jelas menyimpang dari ketentuan berkurang Rp 25 ribu, kalau Rp 25 ribu dikali berapa orang itu dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu lah itu unsur tindak pidana korupsi tentunya terpenuhi, adanya kerugian negara berupa uang tadi, adanya penyimpangan, adanya pihak yang diuntungkan, begitu juga kegiatan yang 7 (tujuh) hari menjadi 2 (dua) hari kalau itu jelas menyimpang dari ketentuan , kemudian kerugian negaranya ada atau tidak , kemudian uang dari kelebihan itu dimanfaatkan oleh orang lain atau tidak, nah kalau terpenuhi 3 unsur tadi ya itulah tindak pidana korupsi, termasuk dari Pak Husain dari BUMN, tanah kemudian diberikan kepada yayasan, yayasan dijual, dari penjualan ada gratifikasi dan sebagainya, lah ini untuk mengetahui tindak pidana korupsi atau tidak seperti tadi saya katakan 3 unsur tadi harus terpenuhi. Nah, peran BPKP ini kembali lagi kalau BPKP masuk ke yayasan swasta ini tidak bisa jadi masyarakat/publik agar supaya BPKP bisa membantu caranya ya diinformasikan pada penyidik, lalu penyidik akhirnya minta dibantu oleh BPKP, jadi kalau BPKP diminta bantuan untuk masuk yayasan ini nampaknya dengan ketentuan hukum dan dasar hukum BPKP tidak bisa kesana karena itu swasta sehingga bisa-bisanya publik bisa minta pada penyidik bisa KPK, bisa polisi, bisa kejaksaan, sehingga nanti penyidik itu akan minta dibantu oleh BPKP dalam rangka memproses daripada kerugian negara.

(R) : Ya, kasus-kasus yang disampaikan pendengar tadi sifatnya penemuan Pak ya, artinya masyarakat concern bahwa disekelilingnya mungkin ada tindakan seperti itu, yang menjurus ke korupsi. Adakah bentuk-bentuk laporan-laporan yang bisa disampaikan ke BPKP misalnya, bagaimana prosenya itu Pak Suradji ?

Suradji (S) : Bisa Bu. Ini jadi memang itu peran publik yang begitu besar itu seperti tadi saya katakan ada produk dari langkah BPKP saya katakan preemtif memberikan sosialisasi pada masyarakat, masyarakat bisa tahu mengenai korupsi, masysrakat juga care terhadap korupsi, tapi juga masyarakat akan takut korupsi, nah pada saat masyarakat ingin berpartisipasi memberantas korupsi ini bisa saja apa yang dia diketahui di lingkungannya ini bisa disampaikan lewat surat pengaduan atau surat pengaduan tentu saja harus dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat yang kira-kira memberikan indikasi untuk bisa ditindaklanjuti nah ini sudah banyak sekali, dan sekarang ini masyarakat pada pintar Bu Rani, masyarakat itu kadang-kadang surat pengaduan itu dibikin dan ditujukan kemana-mana, pengaduan itu ditujukan ke BPK, DPR, KPK, BPKP, Kejaksaan, Polisi, Presiden, Wakil Presiden, semua diberikan. Sehingga kalau ingin menangani kadang-kadang BPKP ini belum sampai terjun sudah diminta penyidik, jadi banyak kita lakukan seperti itu, surat ditujukan pada presiden, nanti presiden turun ke sekneg, disitu ada deputi pengawasan, nanti deputi itu akan minta BPKP. Kalau yang masuk duluan Kejaksaan Agung , atau kejaksaan di daerah ini juga nanti akan minta kepada BPKP. Kepolisian juga begitu, di polri, balreskrim, kemudian polda, polres itu juga akhirnya larinya juga minta dibantu BPKP. Itulah BPKP, makanya karena BPKP mempunyai perwakilan di setiap provinsi, ini jangkauannya sangat luas yang setiap daerah kalau misalnya pengaduan itu ke kejati atau ke polda, BPKP bisa membantu di polda terkait.

(R) : Pendengar silahkan kami buka line telpon untuk anda ada pak Suradji, Ak. MM, Beliau adalah Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi. Peran BPKP dalam pemberantasan korupsi, anda ingin bertanya langsung atau di tempat anda ada indikasi ke arah TPK silahkan di 021-3844545, 021-3866712. Ada pak Tude di Tabanan, Bali. Selamat siang Pak Tude.

Tude (T) : Selamat siang Pro3, selamat siang narasumber dari BPKP.

Suradji (S) : Selamat siang Pak Tude.

Tude (T) : Pertanyaan saya begini Pak, hubungannya BPKP dengan Bawasda, saya terus terang sangat sangsi dengan aktivitas Bawasda, kenapa Bawasda betul suatu Badan tapi levelnya dibawah sekda di tingkat II itu dan ditunjuk atau diangkat oleh bupati, gimana peranan mereka bisa efektif demikian pula BPK mengharapkan kerjaannya bawasda tersebut, terus terang pada umumnya di Indonesia demikian, level itu menentukan, ini kendala/hambatan-hambatan untuk clean government itu, untuk ini BPKP kira-kira bagaimana menyikapi laporan seperti itu pak, ini fakta Pak?

(R) : Terima kasih Pak Tude di Tabanan, Bali. Sebelum dijawab Pak Suradji, ada satu sms ini saya baca, sms nya dari pak Ade di Subang, ”Bagaimana cara atau mekanisme membawa kasus korupsi agar sampai ke BPKP?” mungkin bisa disebut juga ini permohonan dari Pak Ade alamat kantor BPKP Pusat. Demikian Pak Suradji. Ada satu pendengar lagi di line telepon ditampung bisa Pak Suradji , ada Pak Imron di Jakarta.

Imron (I): Assalamu’alaikum Pak.

Suradji (S) : wa’alaikum salam Pak Imron.

(R) : Tampaknya ada gangguan telpon pak Imron ini, bisa dijawab dulu silahkan.

Suradji (S) : Ya, terima kasih pada Pak Tude dan Pak Ade di Subang, semangat sekali ini saya terima kasih atas partisipasinya. Jadi dari pak Tude itu , minta dijelaskan hubungan BPKP dengan Bawasda, jadi begini pak, kalau BPKP seperti tadi saya katakan adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung pada presiden, nah kemudian kalau bawasda ini bisa dibedakan ada bawasda tingkat provinsi dan bawasda tingkat kabupaten/kota. Kalau bawasda tingkat provinsi tentu saja bertanggung jawab pada gubernur lingkupnya adalah di lingkup provinsi, bawasda tingkat kabupaten/kota adalah badan pengawasan intern yang bertanggung jawab pada bupati atau walikota, itu memang lingkupnya beda Pak, kalau BPKP lingkupnya lebih luas dari bawasda bisa ke lingkungan pemerintah semua termasuk provinsi, kabupaten/kota. Kalau bawasda provinsi lingkupnya hanya di provinsi, kalau bawasda kabupaten juga kabupaten. Nah, namun demikian dengan adanya otonomi daerah BPKP itu juga tidak bebas masuk langsung audit ke provinsi, kabupaten/kota memang tapi juga banyak gubernur, bupati/walikota masih banyak yang meminta pada BPKP untuk melakukan audit maupun joint dan sinergi untuk melakukan audit, nah memang agak beda Pak karena bawasda itu memang berada dibawah gubernur, bupati/walikota sehingga mungkin tidak seperti BPKP untuk melakukan audit investigasi dan menyampaikan pada penyidik karena untuk menyampaikan pada penyidik harus seijin gubernur, bupati/walikota yang dimana mereka berada.

(R) : Pak Suradji saya potong sebentar karena ada pendengar, Pak Imron yang tadi terputus di Jakarta. Selamat siang Pak Imron.

Imron (I) : Selamat siang. Ini di daerah saya Kecamatan Sekumpul, Kabupaten Pemalang, masalah banpres dari presiden, masalah sapi, itu tidak sampai ke warga miskin Pak, kalau istilah nya bisa direspon tolong BPKP Pusat tolong bantu wilayah kami itu kebanyakan pamong desa yang dapat, kayak sapi/kambing dulu di kampung saya pada dapat gitu lho, dan katanya kalau sudah beranak anaknya yang diambil terus bibitnya dikasih sama orang lagi gitu kan, tapi kenyataannya sampai sekarang yang saya tahu itu malah kebanyakan kepala desanya ambil dua.

(R) : Baik. Pak Imron di Jakarta sudah kami tangkap pertanyaannya, tapi ada satu pertanyaan lagi dari Cirebon, Pak Bandi. Selamat siang Pak Bandi. Silahkan Pak.

Bandi (B) : Selamat siang. Mau tanya nih Pak, Kalau ambil uang yang diluar peraturan itu kan maling kecil ya, Kalau tingkat koruptor sudah dibungkus sama peraturan pak ya, jadi secara peraturan legal tapi secara hakekat itu korupsi. Nah apakah BPKP bisa kesitu, misalnya kan tiga poin ya ada kerugian nergara, secara itu bukan kerugian negara kalau dia pakai uang itu kita masih banyak miskin ya, angka kemiskinan begitu banyak, dipakai foya-foya begitu kan, kan itu dilindungi ya misalnya eksekutif kan penentuan itu kan antar eksekutif dengan legislatif ya, kalau kesepakatan itu kan legal pak ya, misalnya ada kelebihan anggaran dihabiskan. Memakai anggaran berlebih itu kan tidak melanggar peraturan, atau kesepakatan eksekutif dan legislatif, ini kan secara hakekat rakyat lebih membutuhkan pak ya, apakah BPKP bisa berperan gitu untuk dana-dana untuk kemewahan itu dipakai untuk yang miskin.

(R) : Baik. Terima kasih Pak Bandi di Cirebon. Silahkan Pak Suradji.

Suradji (S) : Terima kasih Pak Bandi, Pak Imron dan Pak Ade. Saya akan menjawab pertanyaan anda-anda semua, saya berterima kasih respon anda sangat tinggi sekali, banyak sekali pertanyaan yang masuk pak. Pak Ade si Subang, cara mekanisme agar informasi itu sampai ke BPKP seperti tadi sudah kami sampaikan, informasikan itu bahkan seperti tadi surat pengaduan itu disebar kemana-mana Pak, ke Kejaksaan, kepolisian , BPKP, BPK, kemudian ada lagi Presiden, menteri. Silahkan, dengan catatan harus dilampiri dengan bukti-bukti yang bisa mendukung untuk ditindaklanjuti karena kalau bukti-bukti pengaduan tidak ada dilampiri dengan bukti yang kuat, ini juga banyak pengaduan yang bersifat fitnah Pak, jadi harus disortir dulu pengaduannya. Informasikan dengan informasi yang cukup legkap untuk bisa ditindaklanjuti. Kemudian Pak Imron dari Jakarta, mengenai Banpres berupa sapi yang mestinya ke petani tapi tidak sampai ke petani tapi sampai ke pamong desa. Ini BPKP akan bisa membantu Pak, misalnya informasi bapak itu sampai ke penyidik di daerah atau langsung dimana supaya BPKP ini bisa membantu , misalnya informasi itu sampai ke penyidik, BPKP pasti akan bantu pak biasanya melalui penyidik, kalau misalnya di daerah kalau ke BPKP langsung kadang-kadang agak sulit Pak karena kewenangan tadi. Kemudian Pak Bandi Cirebon ini kalau kelihatannya koruptor dibungkus-bungkus itu, kita lakukan audit investigatif biasanya ketahuan Pak, makanya sekarang Bapak lihat sudah banyak ini yang dilakukan audit investigatif, proses secara hukum bapak lihat sendiri ada juga mantan menteri diproses, mantan gubernur diproses, mantan bupati diproses, bahkan yang masih aktif juga diproses, bekas penegak hukum juga, banyak pak. Jadi kalau informasinya kuat, lengkap buktinya, jangan ragu-ragu BPKP dan penyidik akan tangani dan proses lebih lanjut . Saya kira seperti itu Bu Rani.

(R) : Baik. Saya ke sms ini cukup banyak Pak. Saya coba baca dari Pak Riko di NTT. BPKP Pusat dan BPKP NTT tidak mampu memberantas dugaan korupsi pimpinan daerah NTT ini kasus alkes dan pengadaan kapal ikan, tampak ada kolusi. Lalu ada lanjutannya juga audit BPKP diperlukan terhadap kasus pembangunan Bank NTT, nilainya dimark-up. Ini perlu juga kebenaran faktanya mungkin ya. Nanti dijawab pak Suradji, satu lagi ada sms dari Pak Mul di Sintang, bagaimana sebenarnya wewenang Bawasda karena selama ini badan ini seperti melempem, apakah oknum memang tugasnya seperti itu? ya baik, silahkan Pak Suradji.

Suradji (S) : Terima kasih Bu Rani, Pak Riko, dan Pak Mul. Di NTT dan di Sintang. Jadi begini Pak, kalau misalnya sudah sampai ke penanganan kasus toh di NTT tadi apakah benar atau tidak akan kami catat dan akan kami konfirmasikan apakah sudah ditangani atau belum, kalau sudah seperti apa, kalau belum tentu saja akan kami informasikan, kami belum menerima informasi ini khususnya mengenai alkes dan kapal penangkap ikan kemudian Bank NTT. Kemudian Pak Mul di Sintang, mengenai Bawasda kembali lagi saya katakan bahwa ada bawas provinsi , ada bawas kab/kota, yang mana kalau bawas provinsi tentu saja bertanggung jawab ke gubernur, bawas kab/kota bertanggung jawab pada bupati/walikota, nah memang kalau dikaitkan dengan audit investigasi bawasda baik provinsi, kab/kota mungkin juga masih jarang disamping mungkin kewenangan mereka dibawah kepala daerah, disisi lain memang dari segi SDM ini terus terang saja Bawasda ini SDM untuk dapat melakukan audit investigasi maupun perhitungan kerugian negara ini memang kapasitasnya masih kurang terutama dulu disebabkan oleh rekruitmennya dari disiplin ilmu yang jarang dari akuntansi, dulu ada juga yang dari STM, SPG, IKIP, IAIN, jarang yang dari akuntansi sehingga sering sekali untuk audit investigasi ini bawasda maupun gubernur, bupati/walikota itu banyak yang minta bersinergi dengan BPKP. Kembali lagi kapasitas dan SDM di Bawasda memang masih dalam pengembangan dan bahkan BPKP juga sering diminta untuk melakukan diklat innvesrigasi maupun diklat yang lain, bahkan setiap tahun BPKP melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan memberikan beberapa kesempatan untuk provinsi, kab/kota agar mengirimkan SDMnya untuk dididik di BPKP, baik itu diklat investigasi maupun diklat yang lain, selalu diadakan minimal kadang-kadang 2 kelas setiap tahunnya. Disamping itu juga perwakilan-perwakilan juga bersinergi dalam diklat dengan bawasda ini.


(R) : Pak Suradji, BPKP di daerah sudah ada di seua provinsi ya?

Suradji (S) : BPKP di daerah sudah ada di 25 provinsi. Di beberapa provinsi pengembangan memang belum ada BPKPnya seperti di Babel masih ikut Palembang, Kepri masih ikut Riau, kemudian Maluku Utara masih ikut Manado, Irja Barat masih ikut ikut Papua, NTB ikut Bali, dan sebagainya.

(R) : Ada sms dari Papua ini Pak Namit di Manokwari. BPKP di Papua mandul, apa betul ada disana? Kemudian ada sms lagi dari Bogor, Pak Firgan, bagaimana peranserta BPKP untuk mengaudit tindak korupsi tingkat tinggi, misalnya seorang pejabat tinggi karena sampai sekarang hukumnya belum terlaksana.

Suradji (S) : Kembali lagi, terima kasih Pak Namit dari Manokwari, dan yang kedua dari Pak firgan di Bogor. Pak Namit mengenai BPKP Papua mandul katanya ini mungkin juga kita sadari pak, tenaga SDM sekitar 60an harus meng-cover 2 provinsi, itu pun masing-masing ada pemekaran kabupaten, mungkin kalau mandul tidak, mungkin karena keterbatasan tenaga iya. Ini masih dalam kebijakan pimpinan untuk segera diadakan mutasi, mana-mana perwakilan yang dinilai kurang namun juga rekruitmen kita ini ada beberapa tahun tidak ada rekruitmen, pensiunan jalan terus, tenaga ahli di bidang akuntansi juga terbatas, itu menjadi pemikiran kita tidak hany adi Papua, tapi juga di NTT, Kendari, kemudian Sulawesi Tengah memang SDM kita masih kurang dan kembali lagi kalau mandul tidak , tapi kalau terbatas jangkaunnya ya, karena keterbatasan tenaga tadi. Kemudian yang kedua Pak Firgan di Bogor ini, peran BPKP dalam menangani korupsi tingkat tinggi kita itu berperan terus Pak, jadi dalam rangka korupsi tingkat tinggi ini BPKP sering diminta oleh KPK, Jaksa Agung, Kapolri, atau Balreskrim, untuk membantu melakukan audit investigatif maupun perhitungan kerugian negara bahkan sampai dengan pemberian keterangan ahli di persidangan, bahkan mungkin publik dan masyarakat sudah melihat sendiri beberapa pejabat tingkat tinggi yang diproses hukum, itu tidak lepas semuanya BPKP ada kontribusi disitu, baik dalam audit investigasi maupun perhitungan kerugian negara bahkan sampai dengan pemberian keterangan ahli di persidangan. Kadang-kadang kita juga kasihan Pak melihat teman-teman memberikan keterangan di persidangan kadang-kadang sampai munting itu kalau pulang itu.

(R) : Baik Pak Suradji, memang kita terbatas waktu tapi luar biasa ini sambutan masyarakat tentang BPKP dan topik kita memang ya itu tadi ya, primadona mungkin artinya banyak sekali minat masyarakat untuk mengetahui seberapa besar peran BPKP dalam pemberantasan korupsi. Pak Suradji terima kasih.

Suradji (S) : Terima kasih kembali Bu Rani.

(R) : Pendengar, terima kasih anda yang sudah bersama kami, sekian dulu dialog interaktif bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) edisi kali ini terima kasih kebersamaan anda. Selamat siang.



(JUMPONO)

Menjadi Mobil Yang Baik

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banjar ketika diwawancarai oleh tim Warta Pengawasan setelah penandatanganan Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang difasilitasi oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan tentang Penyelenggaraan Pendidikan Program D1 dan D3 Keuangan Spesialisasi Akuntansi bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten mengatakan bahwa Kabupaten Banjar harus memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan adanya MoU ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM-SDM yang ada di Kabupaten Banjar.
Sekda Banjar juga menjelaskan bahwa komitmen Bupati Banjar adalah ingin menjadikan Kabupaten Banjar sebagai kabupaten yang akuntabel dengan memperkuat akuntabilitas dan e-government. Dari sisi akuntabilitas Kabupaten Banjar dengan MoU ini memulai dengan memperkuat SDM yang mampu membuat Laporan Keuangan dan Laporan Akuntabilitas. Sehingga mahasiswa program D1 dan D3 ini nanti akan langsung diperkenalkan dengan perangkat lunak SIMDA versi 2.11. Sedangkan untuk segi e-government Kabupaten Banjar menekankan kepada kecepatan dan ketepatan pelayanan bagi pengambilan keputusan pimpinan ataupun pelayanan kepada masyarakat yang tentunya hal ini tidak bisa terlepas dari Information Technology (IT).
Sekda Banjar dan seluruh perangkat daerah/SKPD termasuk SDMnya adalah ibarat kendaraan/mobil bagi sang bupati untuk menuju masa depan Kabupaten Banjar yang lebih baik. Jadi seorang bupati bisa berganti-ganti tapi kendaraan/mobil yang dipakai haruslah tetap baik dan prima kondisinya. Sedangkan untuk mempunyai SKPD yang baik harus ditunjang dengan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Untuk Implementasi dari MoU ini akan dibentuk 3 kelas, satu kelas di Kabupaten Banjar (D1), satu kelas di Kabupaten Tanah Bumbu (D1 dan D3), kemudian satu kelas lagi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (D3) yang pesertanya juga dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Sedangkan staf pengajar nantinya akan berasal dari Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan dan STAN. Kuliah perdana akan dilaksanakan di Kabupaten Banjar pada tanggal 18 Maret 2008, kemudian untuk selanjutnya perkuliahan di Kabupaten Banjar akan dilaksanakan setiap hari, dan untuk ketiga kabupaten lainnya dilaksanakan pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu.

(JUMPONO)

MoU bagi perbaikan kualitas SDM

Kabupaten Tanah Bumbu beserta 3 (tiga) Kabupaten lainnya yang masih termasuk dalam Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Banjar, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Selatan telah menandatangani Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) dengan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang difasilitasi oleh Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan tentang Penyelenggaraan Pendidikan Program D1 dan D3 Keuangan Spesialisasi Akuntansi bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten.
Menurut Bupati Tanah Bumbu salah satu masalah yang dihadapi dalam menerapkan good and clean governance di Kabupaten Tanah Bumbu adalah tidak mencukupinya sumber daya manusia (SDM) yang mampu membuat Laporan Keuangan pada tingkat Kabupaten maupun pada tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memenuhi ketentuan. Pada beberapa waktu yang lalu, Kabupaten Tanah Bumbu pernah membentuk center akuntansi beranggotakan 48 (empat puluh delapan) orang yang direkruit dari berbagai universitas negeri di Indonesia bertugas mem-back up semua kegiatan pengelolaan keuangan di Sekretariat Daerah maupun di SKPD-SKPD, akan tetapi hasil kinerjanya belum dapat diandalkan untuk dapat menghasilkan Laporan Keuangan dan Laporan Akuntabilitas. Ini terlihat dari opini audit yang dikeluarkan oleh BPK selama beberapa tahun ini yang masih berstatus disclamer.
Berangkat dari permasalahan ini Bupati Tanah Bumbu memilih bekerjasama dengan instansi STAN dan BPKP karena STAN dan BPKP dinilai profesional di bidang administrasi keuangan dan pengelolaan keuangan daerah. Dengan kerja sama ini diharapkan nantinya Kabupaten Tanah Bumbu dapat menyusun Laporan Keuangan dan Laporan Akuntabilitas Pemerintah Kabupaten/ SKPD secara mandiri dan akan memperoleh opini audit yang lebih baik.
Terkait dengan masalah pengawasan, Bupati Tanah Bumbu mengharapkan adanya koordinasi antar instansi pengawasan agar dalam melakukan pengawasan/pemeriksaan tidak terjadi tumpang tindih, sehingga pihak yang diperiksa (auditee) dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
(JUMPONO)

Membangun Citra Auditor Presiden yang Profesional

Salah satu tujuan kegiatan kehumasan atau public relation di sebuah organisasi/instansi adalah untuk membangun citra organisasi/instansi. Public Relation dipahami menjadi sebuah senjata ampuh untuk mempengaruhi opini publik kepada organisasi/instansi. Tetapi dalam perkembangan kehumasan di Indonesia kerap terjadi kesalahan persepsi para pembuat kebijakan dalam menanggapi kegiatan kehumasan. Banyak yang berpikir bahwa menjalankan tugas kehumasan identik dengan memajang wanita cantik yang pandai berbicara mewakili kepentingan organisasi/instansi. Padahal, fungsi humas jauh lebih berarti dari sekedar jual tampang dan pandai berbicara. Tugas-tugas kehumasan lebih tertuju kepada pencitraan organisasi. Kinerja organisasi akan dikenal publik dengan baik jika humas berperan secara optimal. Guna mencapai tujuan itu diperlukan kesamaan langkah dan oleh karena itu, kegiatan seperti forum kehumasan dan website menjadi ajang untuk meningkatkan kompetensi insan-insan kehumasan.
Forum Kehumasan dan Website BPKP Tahun 2008 kali ini berlangsung mulai tanggal 11 Agustus 2008 sampai dengan 15 Agustus 2008 di Hotel Safari Garden, Cisarua – Bogor, dengan mengusung tema “Bersama Kita Bangun Citra BPKP Sebagai Auditor Presiden Yang Profesional”. Forum diikuti oleh 134 peserta, termasuk panitia 40 orang dan peserta tamu dari Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 2 orang.
Acara dibuka oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Politik Sosial dan Keamanan (Polsoskam) Iman Bastari, Ak., MAcc. mewakili Sekretaris Utama (Sesma) BPKP, didampingi oleh Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) dan Hubungan Antar Lembaga (HAL), Dra. Ratna Tianti Ernawati, mewakili Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP.
Iman dalam sambutannya menguraikan tentang common wise (kebijakan) dari Kepala BPKP bahwa BPKP harus proaktif dan terpercaya. Implementasinya adalah BPKP harus responsif terhadap current issue yang ada, baik di pusat maupun daerah dan tidak hanya terpaku pada Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT). “Tentunya itu semua harus diback-up dengan informasi kehumasan dan website BPKP yang baik”, kata Iman . Kebijakan lainnya yaitu bahwa BPKP harus menjadi Exelence of Information, dimana BPKP harus menjadi pusat informasi pengawasan nasional dengan membangun President Accountability Systems (PAS’s). Selain itu, Iman juga mengharapkan Kehumasan dan Website BPKP dapat berfungsi sebagai Knowledge Database bagi seluruh pegawai BPKP dengan mendesign bentuk dan konten informasi didalam website, serta mengoptimalkan intranet yang telah ada. Diiringi dengan tiga kali ketukan palu, Iman mengakhiri sambutannya dan sekaligus membuka Forum Kehumasan dan Website 2008.

Fungsi media relation adalah bagian dari public relation tentu sudah sangat dimengerti, media relations memiliki fungsi atau peran pertama berkenaan dengan komunikasi, kedua berkenaan dengan pemberian informasi atau memberi tanggapan pada pemberitaan media atas nama organisasi/instansi. Kenapa demikian? Hal ini lebih dikarenakan dewasa ini media massa sudah menjadi bagian dari banyak orang. Nyaris tak ada kegiatan yang tak melibatkan media massa dalam kehidupan kita. Oleh karenanya, organisasi/instansi mau tidak mau membutuhkan sebuah hubungan baik dengan media yang oleh praktisi public relation menjadi salah satu roh penting dalam aktivitas public relation.

Guna memenuhi hal diatas, forum diisi materi-materi yang dapat meningkatkan kompetensi dan kualitas pengelola Humas BPKP di bidang media relation. Diantaranya adalah materi “Membangun Citra Instansi Melalui Kehumasan” oleh Ahmad Alhafiz, M.Si, yang berprofesi sebagai Produser Eksekutif Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sekaligus dosen pada London School. Alhafiz menjelaskan media relations, yaitu bagaimana mengelola hubungan dengan pers, bagaimana memahami media, apa yang media perlukan dan inginkan, bagaimana menulis press realese yang sukses, serta memahami rambu-rambu dalam menghadapi pers/wartawan. Kemudian Ario Subarkah membimbing peserta tentang bagaimana melakukan praktek press conference dengan baik.
Kecanggihan teknologi informasi (TI) saat ini dengan perkembangannya yang sangat cepat dan pesat memang sangat membantu percepatan penyampaian informasi. Lewat media-media TI yang ada sekarang, jarak tidak lagi menghalangi seseorang/institusi menyampaikan atau menerima informasi penting. Oleh karena itu, Bob Julius Onggo dari BJO Consulting dengan “Membangun website yang efektif dalam membangun Citra Instansi”-nya menuturkan tentang bagaimana memaksimalkan kehumasan lewat media online yang dijalankan melalui push strategy dan pull strategy. Push strategy dapat dilaksanakan lewat Email, Newsletter, Ebook, Mailing List, dan Press Realease. Sedangkan pull strategy dapat dilakukan dengan Corporate website/blog, online seminar, paid/natural listing.
Untuk urusan fotografi, ternyata fotografi tidak semudah menekan tombol saja, banyak hal-hal yang perlu diketahui oleh seorang fotografer untuk menghasilkan sebuah ‘jepretan’ yang baik. Banyak orang yang menganggap remeh/enteng kegiatan memotret (fotografi), pada prakteknya dilapangan ini tidak mudah terlebih lagi ketika memotret menggunakan kamera DSLR. Seorang pakar di bidang fotografi Audy Mirza Alwi, yang juga menjabat Kepala Redaksi Khusus Foto dari LKBN Antara memaparkan tentang dasar-dasar fotojurnalistik. Pengetahuan tentang lensa kamera, kartu memory, diafragma, speed, fokus,dan komposisi ditularkannya kepada para peserta forum dalam waktu yang relatif singkat tapi padat. Peserta pun langsung mempraktekkan teori yang sudah diperoleh dari penyaji.
Tidak lupa Forum juga mengadakan acara “Malam Anugerah bpkp.go.id Award 2008” yang merupakan penghargaan rutin tahunan kepada insan pengelola website pada unit-unit kerja intern BPKP terbagi dalam beberapa beberapa kategori. Penganugerahan ini penting untuk memacu kreativitas dan produktivitas pengelola website sub domain www. bpkp.go.id di unit-unit kerja yang ada di BPKP. Acara dihadiri oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara Ardan Adiperdana mewakili pimpinan BPKP. Ardan hadir karena pada saat beliau menjabat Kepala Pusat Informasi Pengawasan (Kapusinfowas) pertama kali website BPKP berhasil diluncurkan.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, juga dilakukan pembahasan Revisi Sistem Pengelolaan Kehumasan oleh peserta forum mengingat kehumasan ada di misi ke-2 BPKP yaitu meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah melalui pengkomunikasian hasil pengawasan, maka dirasa bahwa sistem kehumasan yang ada saat ini kurang cukup relevan lagi. Momentum ini digunakan agar seluruh peserta sebagai pengelola kehumasan dilibatkan dalam revisi ini.
Untuk menambah wawasan peserta dalam hal reformasi birokrasi / reorganisasi, dimana masalah reformasi birokrasi merupakan hal yang memang kerap menjadi perbincangan di kalangan intern BPKP saat ini, forum menampilkan narasumber Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi BPKP Priyatno, S.H. yang memang berkompeten dibidang yang satu ini. Priyatno menjelaskan bahwa Reformasi Birokrasi terdiri dari reformasi kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Sedangkan pada Departemen Keuangan, disamping ketiga hal tersebut masih ditambah lagi dengan renumerasi. Menurut Priyatno, reformasi birokrasi mengarah kepada perubahan pola pikir, budaya kerja, dan perilaku. Inti dari reformasi birokrasi adalah peningkatan pelayanan kepada publik, seiring dengan meningkatnya pelayanan kepada publik diharapkan renumerasi juga meningkat. “Cara yang digunakan oleh tim reformasi birokrasi yang bernaung dibawah Sesma adalah dengan melakukan analisis jabatan, untuk kemudian dievaluasi menuju kepada sistem renumerasi dan birokrasi kedepan,” kata Priyatno. Kemudian pada petang harinya forum ditutup dengan pidato dan ketukan palu oleh Kepala Pusat Informasi Pengawasan BPKP, Tahria Syafrudin.

(Jumpono)

AUDIT INVESTIGASI ADALAH SEBAGAI WARNING

Bertempat di gedung Pusdiklat BPKP – Ciawi, Bogor pada tanggal 14 Juli 2008 dilaksanakan Diklat Audit Investigasi Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) POLRI yang diikuti oleh 60 orang inspektur dan auditor dari Itwasum dan Itwasda di lingkungan POLRI sebagai peserta, sedangkan staf pengajar dari Deputi Bidang Investigasi BPKP dan Pusdiklatwas BPKP. Tujuan diadakan diklat ini adalah untuk memberikan pemahaman dan kemampuan dasar untuk melaksanakan audit investigasi di lingkungan pemerintah khususnya POLRI agar dapat diperoleh hasil audit yang efektif dan efisien serta dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan tindak lanjut. Sasaran diklat adalah terwujudnya auditor yang memiliki kompetensi dasar di bidang audit investigasi.

Materi diklat yang diberikan kepada para peserta selama 5 hari kerja adalah meliputi :
1. Overview fraud dan strategi pemberantasan korupsi
2. Pra perencanaan dan perencanaan audit investigasi
3. Pengumpulan dan evaluasi bukti
4. Hubungan bukti audit dengan alat bukti menurut hukum
5. Teknik wawancara dan
6. Pelaporan dan pemberian Keterangan Ahli

Inspektur Pengawasan Umum POLRI Yusuf Manggabarani dalam kata sambutan dalam acara pembukaan Diklat Investigasi ini mengatakan bahwa terselenggaranya diklat ini adalah merupakan Tindak Lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) antara POLRI dengan BPKP tentang Kerjasama Peningkatan Kualitas SDM di Jajaran Itwasum POLRI. Audit investigasi menurut Yusuf merupakan audit yang khusus ditujukan untuk mengungkap kasus atau penyimpangan yang berindikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta merupakan pengembangan lebih lanjut dari audit operasional yang mengarah pada indikasi KKN ataupun laporan pengaduan.

Yusuf juga menghimbau kepada para peserta Diklat agar menerapan gerakan pola hidup sederhana melalui penghematan baik dalam kedinasan maupun kehidupan pribadi, karena gerakan ini sejalan dengan usaha pemerintah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya praktek-praktek korupsi. Merupakan suatu hal yang kontraversial bagi Yusuf apabila POLRI sebagai suatu lembaga yang berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi akan tetapi banyak bersarang pelaku-pelaku korupsi. ”Oleh karena itu peran dan fungsi pengawasan POLRI dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi serta sekaligus pengawasan terhadap penanganan kasus korupsi sangat diperlukan”, ujar Yusuf.

Harapan Yusuf kepada Diklat ini adalah agar dapat menambah wawasan pengetahuan peserta diklat untuk memiliki kompetensi dasar di bidang audit investigasi, dapat memberikan pemahaman dan kemampuan dasar untuk dapat melaksanakan audit investigasi di lingkungan POLRI sehingga dapat diperoleh hasil audit yg efektif dan efisien serta menjadi masukan dalam pengambilan keputusan, menyamakan presepsi para auditor dan inspektur terkait dalam mengelola penugasan audit investigasi, serta memberikan tambahan pembekalan teori dan praktek audit investigasi.

Kepala BPKP Didi Widayadi dalam sambutannya memaparkan tentang sejarah sistem anggaran di Indonesia sebelum tahun 1999 menggunakan Line Item Budgeting yang mempunyai karakteristik belum mengenal Laporan Keuangan, pencatatan sederhana, hanya kas masuk/keluar, dan akuntabilitasnya lemah. Setelah tahun 1999 dengan dikeluarkannya Inpres 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mulai diambil langkah radikal untuk beralih ke Performance Based Budgeting yang mengenal Laporan Keuangan seperti Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dan mempunyai Akuntabilitas yang dapat diandalkan. Kemudian mulailah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dikenal sebagai media untuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas kinerja suatu instansi pemerintah.

Pada perkembangannya kemudian berlakulah UU no.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU no.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang memperkuat posisi Legislatif (DPR/DPRD) dan pengawasan eksternal (BPK), sedangkan posisi pengawasan internal (APIP) menjadi lemah. Didi menyebutkan kondisi ini sebagai ”kecelakaan hukum” yang terjadi dalam hal pengawasan di negara ini, karena seharusnya negara juga harus memperkuat pengawasan internal/ Internal Control pemerintah (APIP) melalui kepastian kewenangan berupa UU atau Perpres, akan tetapi pada kenyataannya sekarang kewenangan itu belum juga diterbitkan. Internal Control bertugas memberikan assurance (kepastian) bahwa angka-angka yang tertera dalam laporan keuangan adalah akuntabel, jika Internal Control lemah maka siapa pun yang menjadi presiden akan dibuat menjadi bulan-bulanan karenanya, jelas Didi. Sedangkan eksternal auditor (BPK) bertugas memberikan opini, dan tidak boleh memberikan asistensi/ konsultasi sebab asistensi/ konsultasi adalah domain pengawasan internal.

Terkait masalah domain pengawasan BPKP, Didi menjelaskan domain BPKP dalam pengawalan akuntabilitas presiden yang meliputi Expertise, Current Issues, Clearing House, dan Check and Balance. Expertise adalah mendukung APIP yang profesional melalui training, pendampingan, back-up teknis dalam kesinergian. Current Issues adalah mendukung Sistem Akuntabilitas Presiden terkait issue strategis, nasional, lintas sektoral, Big Fish berisiko tinggi. Clearing House adalah mendukung penyelenggaraan birokrasi pemerintah yang tertib, 3Es (Efisien, Efektif, Ekonomis) dan penegakan hukum yang berkeadilan. Check and Balance adalah memberikan “second opinion” terhadap temuan-temuan eksternal auditor (BPK) dalam konteks pelurusan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan birokrasi.

Tugas audit investigasi sebagaimana juga merupakan hakekat dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menurut Didi adalah untuk melakukan pencegahan/ warning atau prevention, suatu tugas yang sangat strategis bagi pengawalan akuntabilitas dan pendampingan bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu, Didi menekankan agar pengawasan internal seperti Itwasum harus ikut dari sejak tahap perencanaan/ planning, proses, sampai pada tahapan akhir dari suatu kegiatan. Akan tetapi itwasum tidak masuk dalam kegiatan tersebut, hanya mengawasi dari luar dan memberikan second opinion. Pengawasan internal harus melihat sejauh mana pencapaian Key Performance Indikator (KPI) suatu kegiatan dengan juga memperhatikan kejelasan indikator-indikatornya, sehingga dapat dihitung parameter keberhasilannya. Itwasum jangan hanya datang pada saat akhir setelah terjadi TPK. ”Memangnya itwasum pemadam kebakaran?!” kelakar Didi.

Suatu konsep yang dikemukakan oleh Didi adalah Acquit et de charge sektor publik yang tidak disebutkan secara tegas di dalam UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sedangkan pada sektor privat/swasta konsep ini telah secara tegas diatur. Ecquit et de charge adalah pelepasan tanggung jawab hukum di kemudian hari bagi pejabat yang telah selesai menjalankan tugas, kecuali jika terungkap adanya perbuatan pidana atas tindakan hukum yang sebelumnya tidak pernah dikemukakan secara jujur di laporan pertanggungjawabannya selama ia menjabat.

Acara pembukaan Diklat Investigasi diakhiri dengan ketukan palu dan penyematan tanda peserta Diklat secara simbolis oleh Kepala BPKP Didi Widayadi.




(Jumpono)

Kegamangan Pengguna Anggaran mengakibatkan anggaran tidak terserap

Berlokasi di bumi Pattimura pada Aula Lantai VII Kantor Gubernur Maluku, tanggal 31 Juli 2008, dilaksanakan Sosialisasi Nota Kesepahaman Antara Kejaksaan RI, POLRI, dan BPKP No. KEP-109/A/JA/09/2007, No. Pol-B/2718/IX/2007, dan No. KEP-1093/K/D6/2007 tanggal 28 September 2007 Tentang Kerjasama Dalam Penanganan Kasus Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Negara Yang Berindikasi Tindak Pidana Korupsi Termasuk Dana Non Budgeter. Bersamaan dengan acara sosialisasi itu juga dilakukan Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kajati Maluku, Kapolda Maluku, dan Kaper BPKP Prov. Maluku serta Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kajari, Kapolres se Provinsi Maluku, dan Kaper BPKP Prov. Maluku sebagai tindaklanjut dari Nota Kesepahaman di tingkat pusat.

Kepala BPKP dalam pidato sambutannya yang dibacakan oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara Ardan Adiperdana mengatakan bahwa adanya kegamangan, ketakutan, dan keraguan pengguna anggaran baik Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan, mengakibatkan anggaran tidak terserap sehingga terdapat sisa lebih anggaran (SILPA). Hal inilah yang mendorong Pemerintah melalui Wakil Presiden memfasilitasi tercipta adanya kesepahaman dari Kejaksaan RI, POLRI, dan BPKP dalam penanganan masalah, kasus, dan perkara secara efisien dan efektif yang diharapkan memberikan dukungan bagi para penyelenggara negara atau para pelaksana kegiatan untuk tidak lagi takut, gamang, dan ragu dalam melaksanakan kegiatan.

Senada dengan Kepala BPKP, Deputi Seswapres Bidang Dukungan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan dalam pidato sambutannya yang dibacakan oleh Sutono Reksosudarmo, SH. menjelaskan bahwa latar belakang utama lahirnya Nota Kesepahaman ini adalah karena pemerintah berkewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilakukan dengan melaksanakan pembangunan dan penegakan hukum untuk memberantas korupsi.

Latar belakang lainnya adalah karena total anggaran APBN yang semakin meningkat dari tahun ke tahun (APBN 2007 sebesar Rp756,9 T; tahun 2008 sebesar Rp894,99 T; tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp1.000 T), akan tetapi dari sisi penyerapan anggaran negara relatif rendah, hal ini terlihat dari realisasi APBN per Mei 2008 baru Rp227,32 T atau sekitar 26,61% dari total anggaran dalam APBN dikarenakan adanya kegamangan/ keragu-raguan yang luar biasa dari para pengguna anggaran untuk menggunakan anggaran.

Diharapkan dengan lahirnya Nota Kesepahaman ini dapat mencegah kebocoran keuangan negara; mencegah keragu-raguan para penyelenggara negara terkait penggunaan uang negara; menjamin kepastian hukum; membangun persamaan persepsi antara aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan BPKP serta para pejabat penyelenggara negara; dan mencegah terjadinya ekses-ekses yang tidak diinginkan.

Pada acara sosialisasi itu, turut membacakan pidato sambutannya Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu. Ralahalu berharap dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini, Perwakilan BPKP Provinsi Maluku, pihak Kejaksaan dan Kepolisian Daerah Maluku agar lebih proaktif dalam merespon permasalahan yang diinformasikan oleh masyarakat, baik dalam bentuk keluhan, pengaduan maupun yang telah diekspose melalui media massa disertai bukti yang akurat.

Acara sosialisasi dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama ditujukan kepada Pejabat Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, Pemkab/kota se Provinsi Maluku, BUMN/D dan Instansi Vertikal. Sedangkan sesi kedua ditujukan kepada Pejabat POLRI, Kejaksaan, dan BPKP se Provinsi Maluku. Sosialisasi menampilkan narasumber Pengkaji pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, Direktur Investigasi Instansi Pemerintah BPKP, dan Penyidik Utama pada Bareskrim Mabes POLRI dengan Moderator Kepala Bagian Pemantauan Pelayanan Publik Sekretariat Wakil Presiden.



(Jumpono)

Foke : Target 2 tahun untuk pengelolaan keuangan

Demikianlah Fauzi Bowo alias Foke bertutur dalam pidatonya setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan BPKP di Balai Kota DKI Jakarta pada 7 Agustus 2008. MoU ini dilatarbelakangi oleh pemberian opini Disclaimer dari BPK untuk tahun anggaran 2007, suatu opini/pendapat dari auditor yang berarti bahwa terdapat suatu nilai yang secara material (signifikan) tidak dapat diyakini auditor. Kondisi ini dapat disebabkan karena adanya suatu pembatasan ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan manajemen atau bisa juga karena sesuatu dan lain hal yang menyebabkan auditor tidak mendapatkan bukti-bukti/data yang cukup atau karena sistem pengendalian intern sedemikian lemahnya, sehingga auditor tidak mendapatkan keyakinan mengenai substansi laporan keuangan tersebut.

Foke menargetkan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun kedepan untuk melakukan perbaikan kinerja dalam mengelola keuangan daerah dengan menggandeng BPKP sebagai mitra kerja. Dengan adanya MoU ini diharapkan opini BPK di tahun-tahun yang akan datang menjadi lebih baik dari yang sekarang. Foke mengibaratkan Provinsi DKI Jakarta seperti orang kaya namun tidak mengetahui berapa nilai kekayaannya yang sebenarnya. Ini disebabkan karena pengelolaan administrasi keuangan terutama aset pemda DKI yang kurang tertib atau salah urus. Salah satu kendala yang dihadapi oleh Pemda DKI adalah kurangnya tenaga akuntan, dimana 20 akuntan harus mengelola 722 satuan kerja, suatu perbandingan yang tidak seimbang.

Muatan Kesepakatan Bersama (MoU) yang ditandatangani tersebut mencakup: Bantuan pelaksanaan audit; Penataan manajemen pengelolaan aset; Asistensi penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) baik di tingkat SKPD maupun tingkat Provinsi; Asistensi untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta bidang-bidang tugas lain yang akan dikoordinasikan Sekda dan difasilitasi oleh Bawasda.

Sedangkan wujud dari Mou tersebut ditekankan pada dua hal pokok , yaitu:
- Revitalisasi Penatausahaan Aset Daerah, meliputi Maping terhadap seluruh Aset Tetap; penilaian kembali atas Nilai Aset Tetap sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan revitalisasi sistem kearsipan aset yang merupakan bagian penting dari pengamanan dokumen bukti kepemilikan aset daerah.
- Memposisikan Sistem Pengolahan Keuangan Daerah agar sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP No.58 Tahun 2005; Permendagri No.13 Tahun 2006 dan Permendagri No.59 Tahun 2007 serta berbagai ketentuan lain yang terkait.

Sementara itu, Kepala BPKP Didi Widayadi dalam pidatonya mengemukakan bahwa di Provinsi DKI Jakarta masih ditemukan adanya beberapa permasalahan seperti:
Pertama, dari perkembangan kasus berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu tahun 2004 sampai dengan bulan Juli 2008 menunjukkan data yang cukup signifikan. Hasil audit investigasi yang diserahkan ke instansi penyidik sebanyak 15 kasus dengan kerugian negara sebesar Rp. 25,423 Milyar. Hasil audit perhitungan kerugian Negara (PKN) yang diserahkan ke Kepolisian RI sebanyak 21 kasus dengan kerugian Negara sebesar Rp 42,384 Milyar, dan yang diserahkan ke Kejaksaan sebanyak 4 kasus dengan kerugian Negara sebesar Rp 2,633 Milyar.
Kedua, hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DKI, terdapat Penurunan strata opini dari opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada tahun 2006, menjadi opini Disclaimer (tidak memberikan pendapat) pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah “masih terdapat masalah”. Penyebab opini itu secara umum adalah lemahnya sistem pengendalian intern, penyusunan laporan keuangan belum sepenuhnya sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), tidak tertibnya pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD), dan ketidaktaatan terhadap perundang- undangan.
Ketiga, persoalan penyerapan anggaran. Realisasi belanja APBD meningkat setiap tahun, dengan realisasi tahun 2006 mencapai Rp. 15,162 triliun. Penyerapan anggaran Pemprov DKI Jakarta tahun 2006 mencapai di atas 80 %, dengan saldo SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) cukup besar yaitu Rp. 2,001 Trilyun. Seharusnya SiLPA, melalui manajemen kas daerah yang optimal, dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, evaluasi LAKIP di Provinsi DKI Jakarta tahun 2006 menunjukkan akuntabilitas kinerja dengan nilai Cukup. Hal ini menunjukkan masih terdapat permasalahan dalam penerapan SAKIP yang perlu disempurnakan, antara lain indikator kinerja yang masih belum selaras antara RPJMD dan RKPD, misalnya dalam hal penanganan kemacetan lalu lintas Jakarta. Selain itu Pemerintah Provinsi belum menyusun penetapan kinerja (Tapkin) sebagai alat untuk mengukur capaian indikator output dan outcome dari kinerja.
Kelima, Pelaksanaan audit terhadap kegiatan pembangunan melalui dedicated program (APBD 2006) yang dilakukan secara sinergi dengan Bawasda menunjukkan temuan pemeriksaan yang cukup materiil. Audit yang dilakukan terhadap 13 program, terdiri atas 507 kegiatan pada 40 dinas/suku dinas/satker dilakukan uji petik audit sebesar 57,77% dari anggaran kegiatan, dan berhasil menyelamatkan potensi inefisiensi keuangan daerah sebesar Rp 47,1 Milyar.
Keenam, menyangkut permasalahan dalam proses negosiasi dengan perusahaan konsorsium operator bus mengenai penetapan tarif Rp/km jalan bus Transjakarta (busway), yang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan hasil evaluasi harga melalui proses lelang (beauty contest) yang kompetitif.
Ketujuh, menyangkut permasalahan keterbatasan SDM yang memiliki latar belakang keahlian akuntansi.

Untuk membantu Pemda DKI dalam menangani permasalahan-permasalahan tersebut, BPKP dapat memberikan solusi kepada pemda DKI dengan melakukan tugas-tugas khusus sesuai arahan Bapak Presiden pada tanggal 7 Januari 2008, diantaranya : expertise, current issues, clearing house, serta check and balance.
Expertise, BPKP dapat membantu membangun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang profesional melalui training, pendampingan, dan back-up teknis secara sinergistik. Dalam konteks pengawasan keuangan daerah, hal ini tercermin antara lain dengan asistensi Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIMDA), pendampingan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan penyusunan Laporan Keuangan Pemda (LKPD), pendampingan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), pengembangan sistem pengendalian intern (SPI), dan sebagainya.
Current issues, yaitu tugas yang terkait dengan informasi yang penting, strategis, berlingkup nasional, lintas sektoral, berskala besar (Big Fish), dan berisiko tinggi, yang diperlukan dalam mendukung Sistem Akuntabilitas Presiden. Dalam kaitan ini, BPKP memberikan solusi dalam bentuk President Accountability Systems (PASs) yang merupakan sistem informasi berbasis web, online, realtime.
Clearing house, tugas ini dilandaskan pada Nota Kesepahaman (MOU) antara Polri, Kejaksaan Agung RI dan BPKP tanggal 28 Sept 2007 di Istana Wapres, yang antara lain berisikan kewenangan bagi BPKP untuk mengklarifikasi terlebih dahulu suatu kasus yang berindikasi tindak pidana hukum yang diharapkan dapat meminimalkan kegamangan para pejabat.
Check and balance, tugas ini diarahkan untuk memberikan “second opinion” terhadap temuan-temuan auditor eksternal (BPK) dalam konteks pelurusan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan birokrasi.


(Jumpono)

Hidup BPKP. BPKP...Jaya !!!

Hidup BPKP. BPKP...Jaya !!! Itulah yel-yel yang dipekikkan oleh Kepala BPKP Didi Widayadi pada saat akhir memberikan sambutannya pada acara Ramah Tamah Hari Ulang Tahun Ke-25 BPKP (Ulang Tahun Perak) di Aula Barat Lantai 2 Gedung BPKP Pusat. Acara ramah tamah ini dihadiri juga oleh para sesepuh BPKP, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Dharma Wanita, Para Pejabat BPKP yang dipekerjakan di luar BPKP, Para Pejabat BPKP, Presiden Direktur Tuv Nord Indonesia dan para undangan lainnya.

Dalam pidato sambutannya, Kepala BPKP Didi Widayadi mengemukakan PIONIR singkatan dari Profesional, Independen, Orientasi pada Pengguna, Nurani dan Akal Sehat, Integritas, Responsibel dan Akuntabel sebagai Nilai-nilai Inti (Core Value) organisasi BPKP yang juga bermakna proaktif terdepan dalam pengawalan akuntabilitas sekaligus mengandung semangat untuk selalu membangun melalui inovasi dan kreatifitas kerja yang tidak cepat putus asa dan berpuas diri.

Selain PIONIR, Didi juga mengemukakan tentang lemahnya pemerintahan sekarang ini karena presiden tidak memiliki sistem akuntabilitas yang diawasi oleh manusia-manusia yang capable. Karena itulah BPKP sebagai perangkat presiden memberikan suatu solusi dengan mengembangkan suatu konsep dan sistem bernama President Accountability Systems (PASs) yang dioperasikan secara Real Time dan pendekatan re-engineering. Dengan PASs, presiden bisa melihat dan mengendalikan akuntabilitas untuk scope pemerintahan secara utuh secara Real Time dan dapat membuat keputusan (decision making) dengan cepat dan tepat bagi pengelolaan keuangan negara termasuk diskresi para pejabat dibawahnya.

Pada kesempatan itu juga Didi mengemukakan konsep tentang ecquit et de charge bagi sektor publik yang selama ini masih belum dilaksanakan. Ecquit et de charge adalah pembebasan tanggung jawab hukum di kemudian hari bagi pejabat yang telah selesai menjalankan tugas, kecuali jika terungkap adanya perbuatan pidana atas tindakan hukum yang sebelumnya tidak pernah dikemukakan secara jujur di laporan pertanggungjawabannya selama ia menjabat. Ini akan mengatasi kegamangan dan memberikan kepastian hukum bagi para pejabat yang mengakhiri masa tugasnya termasuk pula masalah diskresi.

Didi berharap agar BPKP kedepan bisa terdengar, bersinar, tangguh dan jaya. Didi juga berpesan kepada para insan BPKP lebih unjuk kerja/peran ketimbang ribut meminta kewenangan karena BPKP adalah perangkat presiden dan tidak boleh terjebak dalam pola pikir bahwa Undang-Undang bisa menyelesaikan semua aspek kehidupan. Karena itu, para akuntan BPKP diharapkan tidak jadi tukang akuntan melainkan intelektual akuntan dengan pendekatan kompetensi multi disiplin ilmu.

Di acara ramah tamah tersebut, diserahkan In-Active Document dari BPKP kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Ini adalah sejarah pertama kalinya BPKP menyerahkan In-Active Document BPKP kepada ANRI. Arsip yang diserahkan antara lain arsip tentang Laporan Akuntan atas Laporan Keuangan Perusahaan Daerah di Timor Timur. Dengan penyerahan arsip ini diharapkan bisa melestarikan dan menjaga arsip yang dimiliki oleh BPKP. Arsip-arsip tersebut merupakan memori Kolektif yang bisa menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa khususnya lembaga BPKP dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan Publik.

Inti dari penyerahan In-Active Document menurut Didi adalah suatu penghargaan dari suatu proses, karena sejarahlah yang akan menilai suatu hal itu baik ataukah buruk. Terpuruknya bangsa Indonesia saat ini adalah karena bangsa ini tidak menghargai proses, padahal bangsa ini mempunyai sumber daya / resources yang sangat luar biasa.

Pada akhir sambutannya Didi menghimbau kepada seluruh insan BPKP agar melakukan penghematan energi ditengah situasi kenaikan harga BBM dan jangan terlena dengan apa yang telah dicapai, akan tetapi tetap terus berkarya karena masyarakat, bangsa dan negara selalu menunggu kiprah kerja mulia BPKP.

Disamping Kepala BPKP, turut pula menyampaikan pidatonya yaitu Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Djoko Utomo. Djoko dalam pidato sambutannya mengatakan, bahwa arsip sejatinya merupakan Simpul Pemersatu Bangsa karena dengan arsip bisa menunjukkan kepada generasi sekarang dan yang akan datang tentang perjalanan kita menjadi sebuah bangsa. Djoko memohon kepada Kepala BPKP agar aparat BPKP dan aparat ANRI bersama-sama bersinergi membangun arsip sebagai simbol pemersatu bangsa dan sebagai bukti akuntabilitas kinerja.

Djoko juga mengemukakan bahwa arsip diatur oleh konvensi internasional yang disebut Konvensi Wina tahun 1983 (Vienna Convention on Succession on States in Respect of State Property, Archives and Debts). Esensi Konvensi Wina adalah bahwa wilayah negara yang ditinggalkan predecessor state oleh negara pendahulu beserta arsipnya adalah milik negara penerusnya. Karenanya, wilayah dari Merauke sampai Sabang dan Provinsi Papua sampai Provinsi NAD berdasarkan Konvensi Wina tersebut adalah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu tidak ada satu negara pun yang tidak mengakui Aceh sebagai NKRI, yang dipersoalkan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia, papar Djoko.

Masalah kekalahan Indonesia di mahkamah internasional dalam memperebutkan Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia pun disinggung oleh Djoko. Dari 17 hakim court of Judges di Den Haag, 16 hakim memenangkan Malaysia dan 1 hakim memenangkan Indonesia, semua itu menurut Djoko disebabkan keperdulian pemerintah Belanda maupun Indonesia terhadap kedua pulau itu hampir tidak ada.

Disampaikan juga oleh Djoko ada pulau yang betul-betul milik Indonesia berdasarkan Konvensi Wina yaitu pulau Miangat atau Mianggat, sedangkan oleh PBB disebut Palmas Island, Pulau Palmas. Djoko mengatakan kepada semua pihak agar jangan ragu untuk mengklaim itu milik NKRI karena pulau miangat itu tahun 1928 ketika terjadi sengketa antara pemerintah Belanda dengan pemerintah Amerika Serikat sudah dimenangkan oleh Arbitrase Internasional bahwa itu milik Belanda, maka berdasarkan Konvensi Wina sekarang adalah milik NKRI.

Pada kesempatan ini pula, BPKP khususnya Pusdiklatwas BPKP diwakili oleh Kepala pusdiklatwas Agus Witjaksono menerima penghargaan International Workshop Award 2 (IWA 2) atas mutu pendidikan yang telah diakui secara international (ISO 9001: 2001) dari TUV NORD Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden Direktur TUV NORD Indonesia Robert Napitupulu. TUV NORD adalah suatu Badan Sertifikasi ISO yang berpusat di Jerman, suatu bangsa yang didalam hal teknologi sampai sekarang luar biasa dan tidak terkalahkan, maka semua yang digunakan dengan TUV maka sudah pasti baik dan Pusdiklatwas BPKP boleh berbangga sudah mendapatkan standard tersebut. Kepala BPKP berpesan agar penghargaan dari TUV NORD ini dilaporkan ke Mendiknas dalam paparan rapat paripurna karena presiden sangat appreciate dengan prestasi-prestasi semacam ini.

Selain itu, dari internal BPKP diberikan juga Award untuk Pemenang Lomba Karya Tulis, Lomba Kearsipan, Lomba Pekan Olahraga BPKP 2008, dan Pencipta serta pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penciptaan lagu ”Untukmu BPKP” oleh Kepala BPKP yang diiringi lagu We Are The Champions.

Pemenang Lomba Karya Tulis untuk Kelompok I ( Mahasiswa/Akademisi dan Praktisi):
1. Ir. Dwi Ariani Hafianti
Mahasiswi Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik
2. Nanang Widiatmoko, MBM.
Pengajar pada AAL
3. Dwinda
Mahasiswi S1 Universitas Indonesia

Pemenang Lomba Karya Tulis untuk Kelompok II (Wartawan, Aktivis LSM, Praktisi dan Masyarakat Umum):
1. Wilson, SE.,MM.
Senior Consultant
2. Dr. Bambang Suriantoro, SE., MSi.
Pegawai pada Perwakilan BPKP Provinsi Bali di Denpasar
3. Ian Suharlan, MSi.
Center For Indonesia Regional and Urban Studies (CIRUS)

Pemenang Lomba Kearsipan adalah Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan Juara Umum Bersama Pekan Olahraga BPKP 2008 adalah Deputi Akuntan Negara dan Perwakilan BPKP Provinsi DKI II. Sedangkan penghargaan untuk pegawai yang melewati masa Purna Bhakti 2008 diberikan kepada Bapak Martinus Swasono.

Untuk Pencipta serta pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penciptaan lagu ”Untukmu BPKP” diberikan kepada:
1. Dr. Louisa Magdalena Lapian, SH. (isteri Drs. Gandhi)
2. Drs. H. Dani Sudarsono
3. Ibu Syahban Budiman mewakili Bapak Syahban Budiman (Alm.)
4. Bapak Dody Rahmat, Ak. mewakili Bapak Mus Mualim
5. Bapak R. Rahmat Hasanuddin Atmadibrata, Ak.
6. Wakil dari Vocal Group Ikatan Pemuda BPKP Provinsi Jawa Barat.


Sebagai sesepuh BPKP, Drs. Gandhi juga memberikan sambutannya. Gandhi berterima kasih atas jasa-jasa Kepala BPKP Didi Widayadi yang telah menghidupkan kembali semangat BPKP, yang semula lemas kini telah menjadi segar kembali. Menurut Gandhi bagian terpenting dari suatu instansi adalah semangat/kesegaran para personilnya, sebab tanpa semangat/kesegaran dari personilnya maka instansi itu tidak akan bisa berbuat banyak. Ternyata walaupun Didi Widayadi berasal dari luar BPKP, tapi ternyata sangat menjiwai betul apa yang diinginkan oleh insan BPKP, ujar Gandhi.

Satu hal yang menjadi pesan Gandhi adalah agar menjaga kejujuran anak buah, karena satu pengawas yang tidak jujur tidak mungkin dia disukai oleh orang lain, kejujuran menurut Gandhi adalah mahkota pengawas, dan yang tidak jujur sebaiknya tidak mengawas. Gandhi bercita-cita agar Negara Republik Indonesia memiliki pengawasan intern yang kuat, dihargai, mumpuni, dan Gandhi menginginkan agar BPKP suatu saat nanti akan seperti itu.

Gandhi sejenak bernostalgia ke tahun 1960 disaat berbicara dengan tim ahli ekonomi presiden tentang gagasannya membentuk Badan Pengawasan Nasional yaitu suatu Badan Pengawasan Intern Pemerintah. Pada saat itu semua orang menertawakan gagasannya itu, apa itu pengawasan? apa itu anggaran?, kata mereka. Bahkan ketika Gandhi melangkah lebih jauh untuk memberantas korupsi dengan meminta jumlah kerugian negara yang telah dikorupsi berupa fee/komisi dari penyelesaian kontrak agar dikembalikan ke Kas Negara, mereka selalu menyindir ketika ada Gandhi dengan perkataan ”awas dompetmu”. Begitulah keadaannya pada masa itu ketika pemberantasan korupsi masih sangat awal dalam perjalanannya.

Turut menyampaikan sambutannya Auditor Utama Keuangan Negara II BPK, Syafri Adnan Baharuddin, Ak. yang merupakan wakil dari Pejabat BPKP yang dipekerjakan di luar BPKP. Syafri mengatakan bahwa suatu hal yang tidak terbantahkan dan tidak didapatkannya di tempat lain selain di BPKP adalah Profesionalisme. Selain itu Syafri juga berujar bahwa BPKP adalah suatu institusi yang sangat dihormati dan disegani diluar.

Syafri berharap kepada seluruh rekan-rekan di BPKP agar menggunakan momentun Hari Ulang Tahun Ke-25 BPKP (Ulang Tahun Perak) untuk memperbaiki citra BPKP yang pernah dibilang redup akan tetapi sebenarnya tidak dan Syafri percaya bahwa suatu saat nanti BPKP akan tetap eksis, diperhatikan, disegani oleh masyarakat dan menjadi auditor presiden yang sangat dibanggakan. Dan untuk Para Pejabat BPKP yang dipekerjakan di luar BPKP, Syafri berpesan untuk menjaga nama baik BPKP karena Para Pejabat BPKP yang dipekerjakan di luar BPKP adalah pembawa nama BPKP diluar.

Acara juga dihibur oleh Paduan Suara Karyawan dan Karyawati BPKP yang menyanyikan 4 buah lagu yaitu: Mars BPKP, Keroncong Kemayoran, Sio Mama, Congratulations dan lagu Happy Birthday yang mengiringi pemotongan nasi tumpeng oleh Kepala BPKP. Sedangkan Dharma Wanita menyanyikan lagu berjudul Ku ingin hidup seribu tahun lagi dan lagu Ini Rindu. Disamping lagu-lagu, tari Saman juga menghibur para hadirin yang menghadiri Ramah Tamah itu.



( Jumpono)